Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup mencatat sejarah baru dengan memfasilitasi penerapan skema Extended Producer Responsibility (EPR) untuk limbah kemasan kaleng Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berasal dari rumah tangga.
Inisiatif ini merupakan yang pertama di Indonesia, berkat kolaborasi strategis antara pemerintah daerah dan pihak produsen.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menegaskan bahwa skema EPR menjadi solusi inovatif untuk mengurangi beban Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sekaligus mendukung pengelolaan sampah berkelanjutan melalui keterlibatan aktif para produsen.
“Aksi ini merupakan yang pertama dilakukan di Indonesia. Kolaborasi antara produsen dan pemerintah daerah ini bisa mendorong terjadinya sirkular ekonomi, serta mengubah perspektif pengelolaan lingkungan dari Craddle to Grave menjadi Craddle to Craddle,” ujar dia.
Lebih dari sekadar pengumpulan sampah, EPR juga mendorong ekonomi sirkular, dengan mengubah pola pikir dari model "Cradle to Grave" menjadi "Cradle to Cradle", di mana produk tidak hanya dibuang, tetapi juga diolah kembali untuk menciptakan nilai baru.
Baca Juga: Dinas Lingkungan Hidup DKI Sebut RDF Plant Rorotan Siap Beroperasi Bertahap
Dinas Lingkungan Hidup Jakarta telah memfasilitasi pengumpulan limbah kaleng aerosol B3 dari seluruh wilayah administrasi Jakarta dan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Hingga kini, total limbah yang berhasil dikumpulkan mencapai 1.431,23 kilogram. Limbah tersebut selanjutnya dikelola oleh perusahaan pihak ketiga yang memiliki izin resmi untuk menangani limbah B3.
Asep juga menyampaikan bahwa model pembiayaan kreatif seperti ini dapat mengurangi ketergantungan pada anggaran pemerintah.
“Skema creative financing ini memungkinkan sektor
Ia pun mengajak produsen lain untuk segera ikut berkontribusi. Semakin banyak pelaku industri yang berpartisipasi, semakin besar peluang untuk menciptakan Indonesia bebas sampah dan mendukung sistem daur ulang nasional.
Baca Juga: Pramono Siap Bangun 4 PLTSA, Ubah Sampah Jadi Sumber Listrik
Salah satu perusahaan yang telah bergabung dalam skema ini adalah PT Godrej Consumer Products Indonesia (PT GCPI). Menurut Dewi Nuraini, selaku Head of Regulatory PT GCPI, partisipasi perusahaannya dalam pengumpulan dan pengangkutan limbah kaleng B3 merupakan bentuk kepatuhan terhadap Permen LHK P.75 Tahun 2019.
“Kami melakukan penarikan dan pengelolaan sampah B3 yang berasal dari rumah tangga bukan hanya dari produk PT GCPI saja, tetapi kemasan yang sejenis dengan produk kami. Proses penarikannya dibantu oleh pihak DLH karena sudah memiliki sistem pemilahan sampah B3,” katanya.
Ia menambahkan bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab kolektif, yang memerlukan sinergi antara produsen, pemerintah, dan masyarakat. Dengan dukungan sistem pemilahan dari Dinas Lingkungan Hidup, PT GCPI berhasil melakukan proses penarikan dengan lebih efektif.
Dewi berharap semakin banyak produsen yang menerapkan skema EPR agar pengelolaan sampah tidak menjadi beban sepihak. Konsep Extended Producer Responsibility (EPR) telah memiliki dasar hukum kuat di Indonesia. Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 15, produsen diwajibkan mengelola kemasan dan barang yang sulit terurai secara alami.
Selain itu, PP No. 81 Tahun 2012 dan Permen LHK P.75 Tahun 2019 turut mempertegas tanggung jawab produsen dalam pengurangan sampah.