Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa Ibrahim Arief, tersangka dalam kasus korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek, berperan aktif dalam mendorong penggunaan Chrome OS sebagai sistem operasi tunggal dalam proyek tersebut.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyatakan bahwa Ibrahim yang kala itu menjabat sebagai konsultan pendidikan di Kemendikbudristek, turut merancang arah kebijakan bersama dengan Nadiem Makarim agar pengadaan TIK tahun 2020–2022 menggunakan produk berbasis sistem operasi Chrome OS dari Google.
“Pertemuan itu untuk membahas produk Google Workspace berupa Chrome OS untuk pengadaan TIK di Kemendikbudristek tahun 2020–2022,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus, Selasa malam, 15 Juli 2025.
Ia juga mengatakan bahwa pertemuan tersebut juga dihadiri Jurist Tan (JT), yang kini juga berstatus tersangka.
Baca Juga: 4 Anak Buah Nadiem Makarim Ditetapkan Tersangka Korupsi Pengadaan Laptop di Kemendikbudristek
Menurut Qohar, diskusi soal penggunaan sistem operasi tertentu untuk proyek TIK itu sudah dimulai sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri. Lalu, pada awal tahun 2020, Ibrahim bersama Nadiem dan Jurist melakukan pertemuan dengan pihak Google untuk membahas penggunaan Chrome OS.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan itu, Ibrahim kemudian menggelar pertemuan virtual dengan tim teknis pada 17 April 2020, di mana ia mendemonstrasikan perangkat Chromebook sebagai bagian dari strategi meyakinkan tim teknis.
Langkah berikutnya terjadi pada 6 Mei 2020. Dalam rapat Zoom yang dipimpin langsung oleh Nadiem Makarim, Ibrahim turut hadir bersama Jurist Tan, SW (Sri Wahyuningsih), dan MUL (Mulyatsyah). Dalam rapat itu, Nadiem memberikan arahan agar pengadaan TIK Kemendikbudristek untuk periode 2020–2022 menggunakan sistem operasi Chrome OS.
“Sedangkan pada saat itu pengadaan TIK belum dilaksanakan,” tegas Qohar.
Baca Juga: Kejagung Bongkar Rekayasa Pengadaan Chromebook oleh 4 Anak Buah Nadiem yang Jadi Tersangka
Setelah instruksi tersebut keluar, Ibrahim menolak menandatangani kajian teknis awal yang belum mencantumkan Chrome OS. Ia kemudian mendorong pembuatan kajian baru yang mencantumkan sistem operasi tertentu, disusul terbitnya buku putih atau laporan tinjauan hasil kajian teknis yang mengarahkan agar pengadaan hanya menggunakan Chrome OS.
Dari investigasi Kejagung, pengadaan berbasis Chrome OS dinilai tidak optimal untuk diterapkan di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Alhasil, proyek ini gagal memenuhi tujuan awal digitalisasi pendidikan dan bahkan diduga menimbulkan kerugian negara.
“Karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T, yaitu daerah terdepan, terluar, dan tertinggal,” kata Qohar.
Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam perkara ini, yaitu Jurist Tan, Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah. Jurist Tan diketahui merupakan Staf Khusus Mendikbudristek periode 2020–2024, sedangkan Ibrahim adalah mantan konsultan teknologi kementerian. Sementara Sri Wahyuningsih menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar dan kuasa pengguna anggaran tahun 2020–2021, serta Mulyatsyah merupakan Direktur SMP sekaligus kuasa pengguna anggaran pada periode yang sama.
Baca Juga: Korupsi Pengadaan Laptop di Kemendikbudristek, Negara Rugi Rp1,9 Triliun
Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta subsider Pasal 3 Jo. Pasal 18 undang-undang yang sama.
Adapun Ibrahim Arief tidak ditahan di rutan karena alasan kesehatan.
“Tersangka Ibrahim Arief menjadi tahanan kota karena menderita penyakit jantung kronis,” kata Qohar.