Hasto Singgung Majelis Hakim Gelar Sidang 3 Kali Seminggu, Ini Katanya

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 7 Mei 2025, 17:37
thumbnail-author
Alber Laia
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto (kedua kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto (kedua kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (24/4/2025). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, memberikan apresiasi terhadap Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang telah menjadwalkan tiga kali sidang dalam seminggu untuk kasus dugaan perintangan penyidikan yang melibatkan dirinya.

Sidang yang berlangsung pada Rabu, Kamis, dan Jumat (7-9 Mei 2025) ini bertujuan untuk memeriksa saksi-saksi terkait perkara yang melibatkan Harun Masiku dan pemberian suap yang menyeret Hasto sebagai terdakwa.

Baca Juga: Kader PDIP Saeful Bahri 3 Kali Mangkir Sidang Kasus Hasto

Apresiasi tersebut disampaikan melalui surat yang dibacakan oleh Politikus PDIP Guntur Romli di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam surat tersebut, Hasto menyatakan bahwa dengan adanya jadwal sidang yang intensif, diharapkan kebenaran dan keadilan dapat segera terwujud.

"Minggu ini direncanakan dapat digelar tiga kali persidangan. Dengan demikian apa yang diperjuangkan bagi terwujudnya kebenaran dan keadilan bisa segera didapatkan," kata Hasto melalui surat yang dibacakan Guntur.

Sidang pemeriksaan saksi kasus yang menyeret Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor. <b>(Antara)</b> Sidang pemeriksaan saksi kasus yang menyeret Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor. (Antara)

Meski demikian, Hasto dalam suratnya juga menyoroti penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai telah memaksakan sidang terhadap suatu persoalan yang sebelumnya sudah disidangkan.

Hasto menganggap kasus ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, kader PDIP Saeful Bahri, dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, yang telah dijatuhi hukuman.

Hasto pun mengkritik tindakan KPK yang dinilai memboroskan anggaran negara, karena menurutnya tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Pihak yang menerima dan memberikan suap juga telah menjalani hukuman.

"Padahal kasus ini nyata-nyata tidak ada kerugian negara. Pihak penerima dan pemberi suap juga sudah selesai menjalani hukuman," tuturnya.

Di sisi lain, Hasto menyebutkan bahwa berbagai saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memberikan informasi yang membuktikan adanya aliran dana suap yang berasal darinya. Bahkan, saat advokat Donny Tri Istiqomah bersaksi, ia membantah dakwaan JPU yang menyebut dirinya sebagai orang kepercayaan Hasto.

Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan terhadap kasus korupsi yang melibatkan Harun Masiku sebagai tersangka. Pada tahun 2019-2024, Hasto diduga telah memerintahkan agar ponsel milik Harun Masiku direndam dalam air oleh penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, sebagai upaya untuk menghalangi proses penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Tak hanya itu, Hasto juga disebut-sebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel milik Harun sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

Selain perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan. Uang tersebut diduga diberikan untuk mempengaruhi keputusan KPU agar menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Dapil Sumsel I, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.

Hasto kini menghadapi ancaman pidana sesuai dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sumber: Antara

x|close