Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkap temuan 632 kasus praktik perundungan dan dugaan pungutan liar (pungli) yang marak terjadi dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS) dari berbagai rumah sakit dan institusi pendidikan di Indonesia.
Hal ini disampaikan Budi saat rapat dengan Komisi IX DPR RI, Rabu, 30 April 2025.
Menurut Budi, bahwa temuan itu berasal dari 2.668 pengaduan yang diterima sejak Juni 2023 dan terverifikasi sebagai kasus perundungan. Data tersebut dihimpun melalui jalur pengaduan resmi serta audit internal Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan.
Bentuk perundungan fisik yang ditemukan, seperti hukuman push-up, memakan cabai, berdiri selama berjam-jam, hingga meminum telur mentah. Semua perlakuan tersebut kerap didokumentasikan dan disebar di grup WhatsApp antarpeserta didik.
Seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Azwindar Eka Satria (Insragram)
Baca Juga: Kelulusan Uji Kompetensi Dokter Zara Tersangka Bully PPDS Anestesi Undip Resmi Ditunda
"Juga bentuk perundungan yang paling umum adalah verbal di grup komunikasi atau disebut Jarkom, ya WA grup, seperti penggunaan bahasa yang sangat-sangat kasar yang dilakukan senior kepada junior," ujar Budi, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Di samping kekerasan, Kemenkes menemukan indikasi kuat adanya praktik pungli yang sistematis dengan nilai mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Salah satu kasus menonjol ditemukan pada seorang peserta PPDS Anestesi di Semarang, almarhumah R.
Menurutnya, R yang saat itu menjabat selama tiga bulan sebagai bendahara di program spesialis anestasi sempat mengelola dana hingga Rp1,6 miliar, yang sebagaimana data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dana itu kemudian mengalir ke berbagai oknum.
Pembiayaan non-resmi seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan hingga permintaan layanan pribadi dari senior atau konsulen juga menjadi keluhan rutin peserta pendidikan spesialis yang diterima Kementerian Kesehatan.
"Dana yang dikumpulkan dari peserta didik itu ditransfer rutin dan sebagian mengalir ke oknum tertentu. Ini kami temukan hampir di semua sentra pendidikan," kata Menkes Budi dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris itu.
Temuan ini tidak hanya terjadi di rumah sakit Kementerian Kesehatan tetapi juga rumah sakit umum daerah (RSUD), rumah sakit pendidikan milik universitas dan beberapa dari swasta.
Rumah sakit Kementerian Kesehatan yang menjadi tempat terjadinya perundungan dengan pengaduan terbanyak diterima dari RSUP Prof. Kandou, RSUP Hasan Sadikin, RSUP Dr. Sardjito, RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, dan RSUP Moh. Hoesin Palembang.
Sementara rumah sakit umum daerah dari RSUD Zainal Abidin Banda Aceh, RSUD Surakarta, dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya termasuk yang terbanyak menerima aduan perundungan.
Rumah sakit Universitas tempat terjadi perundungan yang turut dilaporkan dengan jumlah terbanyak meliputi di RS Universitas Diponegoro Semarang, RS Universitas Kristen Indonesia, RSGM Universitas Airlangga, RS Universitas Indonesia Depok dan RS Universitas Sriwijaya Palembang.
"Karena rapat ini terbuka untuk umum, maka demikian data yang kami sampaikan," kata Budi.
Baca Juga: Testis Dokter PPDS Unsri Ditendang Konsulen, Polda Sumsel Langsung Selidiki
Budi Gunadi memastikan pemerintah akan terus membuka ruang pengaduan dan mendorong proses evaluasi menyeluruh, baik terhadap sistem pendidikan kedokteran maupun institusi yang menaunginya. Bahkan menanggapi masifnya aduan tersebut, Kementerian Kesehatan telah membentuk Majelis Disiplin Profesi sebagaimana diatur dalam Pasal 304 dan 308 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, untuk menangani pelanggaran disiplin profesi tenaga medis.
"Kami ingin menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan profesional. Setiap bentuk perundungan dan pungutan liar tidak bisa ditoleransi," tandasnya.