Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa strategi fiskal yang diterapkan pemerintah saat ini bersifat agresif, bukan defensif. Menurutnya, kunci dari kebijakan fiskal yang baik adalah memastikan bahwa anggaran yang sudah disiapkan benar-benar digunakan habis demi mendorong ekonomi.
"Saya enggak tahu. Yang saya tahu beginilah cara menjalankan fiscal policy yang baik. Saya enggak pernah main bola juga, enggak jago. Mungkin kalau main saya ketinggalan terus, udah tua. Tapi basically itu, pada dasarnya itu, ilmu fiskal yang wajar, seperti ini. Ketika Anda punya, Anda sudah anggarkan, habisin. Kalau enggak berani nggak habisin, jangan didesain, jangan direncanakan, itu aja,” ujar Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 16 September 2025.
Menurutnya, perbankan memiliki kapasitas cukup untuk mengelola kredit dengan hati-hati agar tidak menimbulkan masalah kredit macet atau non-performing loan (NPL).
"Perbankan cukup pinter harusnya. Kalau mereka kasih pinjaman enggak hati-hati jadi NPL, ya harusnya mereka dipecat,” tegasnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Sindir Direksi Bank: Malas Salurkan Kredit, Sabtu-Minggu Main Golf
Ia juga menepis anggapan bahwa saat ini permintaan kredit (demand) sedang rendah sehingga kebijakan agresif pemerintah tidak akan efektif.
“Siapa bilang? Anda ada ekonomi yang bilang begitu kan? Dia mesti belajar lagi ekonomi,” ucapnya.
Purbaya mencontohkan kebijakan serupa yang pernah diterapkan pada tahun 2021, ketika kredit tumbuh setelah pemerintah melakukan injeksi uang ke sistem.
"Tahun 2021 semua sama kan, waktu itu kredit tumbuhnya rendah sekali. Semua orang bilang, kita kredit enggak bisa tumbuh sebelum ekonominya membaik. Saya balik. Saya inject uang ke sistem dalam waktu yang hampir bersamaan, kredit juga tumbuh,” jelasnya.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Turunkan Bunga Pinjaman Koperasi Merah Putih Jadi 2 Persen
Menurutnya, strategi tersebut berhasil karena adanya perubahan perilaku pasar ketika biaya peluang uang (opportunity cost of money) menurun.
"Kalau opportunity cost of money turun, bunga turun, uang ada dan uangnya ada, misalnya, kan orang yang punya uang jadi enggak sayang belanja lagi. Sementara perusahaan yang mau ekspansi, nggak takut lagi pinjam uang. Kenapa? Bunganya lebih dari sebelumnya, ini kesempatan untuk berekspansi,” paparnya.