Ntvnews.id, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta agar persyaratan izin penggalangan donasi tak boleh menghambat penyaluran bantuan bagi korban bencana. Sebab, menyelamatkan nyawa lebih penting daripada upaya memenuhi prosedur.
Hal ini dinyatakan Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi NasDem, Dini Rahmania. Menurut Dini, mengatakan fase tanggap darurat atas bencana yang terjadi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, perlu dilandasi dengan prinsip kemanusiaan, sehingga perlu kecepatan dalam pendistribusian bantuan.
“Dalam keadaan darurat, yang utama adalah menyelamatkan nyawa. Maka, mekanisme izin harus disesuaikan, dipermudah, dan jangan menghambat penyaluran bantuan,” ujar Dini, Senin, 15 Desember 2025.
Ia menjelaskan, kewajiban izin tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 9/1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, dan aturan turunannya tercantum dalam Peraturan Menteri Sosial No. 8/2021.
Tapi, kata dia, bahwa berbagai analisis dan kebijakan dari sektor filantropi menilai bahwa mekanisme perizinan saat ini dirasa sering kurang responsif terhadap situasi bencana. Termasuk lamanya proses perizinan, juga risiko kriminalisasi relawan.
Ia menuturkan, UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan Peraturan Presiden No. 75/2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana, menekankan bahwa pendanaan bencana harus tersedia tepat waktu dan tepat guna. Atas itu, kata Dini pemerintah perlu menyiapkan skema pengecualian prosedur izin atau mekanisme notifikasi cepat bagi penggalangan dana darurat, dengan kewajiban pelaporan setelahnya.
Karenanya, menurut dia, relawan, komunitas, dan organisasi filantropi dapat bergerak cepat risiko kriminalisasi.
Ia juga mengingatkan kepada sejumlah pemerintah daerah (Pemda) yang terdampak bencana untuk mengelola alokasi Rp4 miliar dari Presiden Prabowo Subianto secara cepat, terukur, dan transparan, mengacu pada mekanisme penanggulangan bencana nasional.
“Pemda wajib memastikan dana ini benar-benar untuk kebutuhan darurat masyarakat: logistik, naungan, layanan kesehatan, dan akses dasar. Pengelolaan harus cepat, namun tetap akuntabel,” tuturnya.
Dalam kerangka hukum penanggulangan bencana, yakni UU 24/2007, dan operasional pendanaan, Perpres 75/2021, menurut dia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memiliki peran koordinasi dan dapat membantu verifikasi kebutuhan, prioritas lokasi, serta prosedur teknis penyaluran dana bersama agar sesuai standar penanggulangan bencana nasional.
“Kita semua satu tujuan; menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan warga, dan memulihkan kehidupan. Pemerintah harus memastikan pengaturan hukum tidak menghalangi kedermawanan rakyat-tapi pada saat yang sama menjamin akuntabilitas,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menjelaskan, pada dasarnya siapa pun boleh mengumpulkan donasi, baik perorangan maupun lembaga. Tapi, pihak-pihak tersebut diharuskan untuk melayangkan izin terlebih dahulu.
“Izinnya bisa dari kabupaten, kota, atau dari Kemensos kalau tingkat nasional, ya. Sangat mudah izinnya, nggak perlu rumit, yang paling penting nanti kalau sudah mendapatkan sumbangan itu dilaporkan. Kalau misalnya Rp500 juta ke bawah itu cukup audit internal, tetapi laporannya harus diserahkan ke Kemensos,” ujar Gus Ipul, Selasa, 9 Desember 2025.
Ia menjelaskan untuk donasi di atas Rp500 juta, harus menggunakan auditor yang memiliki sertifikat resmi sehingga penyaluran donasi dapat tepat sasaran.
“Harus bekerja sama dengan auditor yang bersertifikat untuk bisa melaporkan, dapatnya dari mana saja, dan untuk apa saja,” tandasnya.
Proses evakuasi korban bencana alam di Sumatera Utara. ANTARA/HO-Pusdalops Sumut (Antara)