Ntvnews.id, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima pengajuan permohonan perlindungan Ammar Zoni (AZ) pada 26 November 2025 yang dilakukan oleh kuasa hukum bersama keluarga. Permohonan tersebut terkait permohonan status sebagai justice collaborator (JC) dalam perkara tindak pidana narkotika yang saat ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perkara yang menjerat AZ berkaitan dengan dugaan tindak pidana Percobaan atau pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi lima gram. Sebanyak 6 terdakwa dalam perkara ini dijerat Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Wakil Ketua LPSK, Sri Suparyati, menyatakan bahwa permohonan yang diajukan Ammar Zoni saat ini sedang berada dalam proses penelaahan. Permohonan tersebut terkait perlindungan bagi saksi pelaku (justice collaborator).
“LPSK sudah menerima pengajuan permohonan perlindungan dari Ammar Zoni. Saat ini permohonan perlindungan diajukan berkaitan dengan permohonan sebagai saksi pelaku,” ujar Sri, Jumat, 5 Desember 2025.
Ditambahkan oleh Sri, bahwa kerangka hukum perlindungan saksi pelaku selain diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban juga diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Khusus Saksi Pelaku. Regulasi tersebut mengatur bahwa status justice collaborator antara lain mempertimbangkan kontribusi pemohon terhadap pengungkapan kejahatan, termasuk pengungkapan jaringan yang lebih luas terkait kasus peredaran narkotika.
"Kualitas kesaksian pemohon harus dapat benar-benar membantu penegak hukum dalam mengungkap perkara secara menyeluruh," ujar Sri.
Ia menjelaskan, bahwa dalam menelaah posisi sebagai justice collaborator, keterangan pemohon memiliki nilai strategis dalam pengungkapan perkara, antara lain saksi pelaku membuka informasi yang diketahuinya, termasuk struktur kejahatan, alur transaksi, hingga pihak-pihak yang berada di tingkat yang lebih tinggi dalam jaringan.
“Saat ini permohonan masih dalam proses penelaahan dan membutuhkan pendalaman lebih lanjut berkaitan dengan permohonan saksi pelaku,” ungkap Sri.
Sri menjelaskan bahwa posisi saksi pelaku memiliki standar kontribusi yang berbeda dibanding terdakwa lainnya. Dalam mekanisme Justice Collaborator, keterangan pemohon harus bernilai strategis, bukan sekadar pengakuan, tetapi mampu membuka struktur kejahatan, alur transaksi, hingga aktor yang berada pada level pengendali dalam jaringan.
“Seperti yang kita ketahui, saksi pelaku itu setidaknya harus mengetahui dan bisa membongkar kejahatan yang sebenar-benarnya, jadi kualitas keterangannya harus lebih besar,” ujar Sri.
Terkait perkara narkotika, Sri menekankan bahwa indikator utama dalam permohonan JC adalah sejauh mana pemohon dapat membantu mengungkap jaringan yang lebih besar, bukan hanya pembuktian tindak pidana di persidangan. “Harapannya, pemohon bisa membongkar jaringan-jaringan besar di atasnya,” lanjutnya.
Saat ini, LPSK masih melakukan penelaahan untuk memastikan kelengkapan informasi terkait ketentuan yang berlaku. Proses ini dilakukan melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Ammar Zoni (NTVNews)