Ntvnews.id, Jakarta - Kepala Riset Center Untuk Infrastruktur dan Pembangunan Regional Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Delik Hudalah ST MT MSc, mengatakan, status Kota Jakarta yang bukan lagi Ibu Kota Negara, melainkan berubah sebagai Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi momentum tepat menerapkan konsep wilayah aglomerasi Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi dan Cianjur (Jabodetabekjur).
"Sebenarnya kondisi ini menjadi momentum bagi Jakarta dan kota di sekitarnya didorong untuk berpikir agar lebih punya visi bahwa Jakarta saat ini sudah bukan ibukota lagi," kata Delik Hudalah di Jakarta, Senin 1 Desember 2025.
Menurut Delik, pasca Jakarta tidak lagi jadi ibu kota negara maka kota-kota di sekeliling Jakarta tidak bisa mengekor-ngekor lagi ke Jakarta.
"Kini mereka harus punya visi bersama, berkembang menjadi lebih bagus lagi” kata Delik.
Delik mengatakan, ada dimensi positif dengan perubahan Jakarta. Dengan aglomerasi, akan ada badan berbentuk dewan yang menjadi tepat bagi semua pihak yang akan berperan mengembangkan kawasan aglomerasi ini.
Baca Juga: Viral Bule Italia Sebut IKN Jadi 'Ibukota Koruptor Nepotisme': Gunung Dikeruk untuk Rumah Pejabat
“Daerah aglomerasi ini mencakup dulu yang disebut Jabodetabekjur, tapi tidak menutup kemungkinan berkembang dinamis mencakup wilayah lain,” kata Delik.
Delik mengungkapkan, selama ini hal yang menjadi persoalan di beberapa wilayah metropolitan biasanya adalah soal pengelolaan sistem transportasi massal.
Namun, dengan konsep aglomerasi ini maka pegelolaan transportasi di Jakarta dan sekitarnya yang terkesan organik bergerak sendiri-sendiri maka nantinya pemerintah akan membangun badan layanan umum untuk pengelolaan transportasi massa.
Badan ini akan menjadi entitas legal yang punya kompetensi dalam pengelolaan pelayanan transportasi dan infrastruktur di kawasan aglomerasi.
“Sebelumnya sulit untuk menggabungkan layanan transportasi di Jakarta dengan daerah sekitarnya. Hal ini karena tidak ada platform bersama yang secara legal dan administratif dinyatakan sah,” kata Delik.
Namun dengan membangun badan layanan umum bersama di kawasan aglomerasi maka pemerintah daerah di kawasan itu bergabung bersama membentuk satu unit layanan transportasi. Tiap daerah bisa berkontribusi karena badan itu dikelola bersama.
"Jadi tidak ada lagi layanan pelayanan publik transportasi yang terpisah. Sebab badan ini jadi entitas bersama," kata Delik.
Baca Juga: Jakarta dan Medan Tercekik Polusi Udara! Ibukota Peringkat Pertama Terburuk di Dunia
Delik menjelaskan, aglomerasi merupakan platform koordinasi lintas daerah untuk mencegah tumpeng tindih kebijakan, mengurangi urban sprawl, mempercepat Pembangunan proyek strategis nasional, dan memastikan pemerataan layanan antarwilayah Jabodetabekjur.
“Aglomerasi itu bahasa sederhanya adalah mengumpul atau mengelompokkan ekonomi dan industri. Yakni kota yang berdekatan bisa saling mengumpul sehingga bisa jadi energi yang lebih besar,” kata Delik Hudalah.
Delik mengatakan, dengan aglomerasi maka diharapan kawasan Jabodetabekjur akan lebih punya nyawa karena tidak hanya sekadar mengumpulkan area wilayah saja tapi juga dalam rangka mengkonsolidasi jadi satu kekuatan pembangunan kota dalam menghadapi persaingan global.
Delik mengatakan, dengan adanya aglomerasi mendorong pengelolaan pembangunan kawasan daerah jadi lebih baik. Dengan adanya kesetaraan maka setiap daerah menjadi punya kepentingan bersama membangun ekonomi tapi juga tetap menjaga lingkungannya agar tidak rusak.
Namun Delik mengingatkan aglomerasi jangan sampai hanya jadi sekadar mendekatkan kota/daerah saja. Aglomerasi juga harus saling melengkapi antara satu daerah dengan daerah lainnya di dalam kawasan itu.
“Hal yang tidak kalah pentingnya adalah diperlukan peran masyarakat, swasta maupun kelompok dalam mewujudkan aglomerasi ini. Jangan sampai konsep aglomerasi ini justru dikooptasi satu kelompok untuk kepentingan tertentu,” pungkas Delik.
Aglomerasi Jabodetabekjur, Momentum Tepat Ketika Status Jakarta Bukan Lagi Ibu Kota