Ntvnews.id, Brasil - Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-30 (COP30) pada hari Senin 17 Novemeber 2025 memulai fase pembahasan yang sangat penting, di mana peserta meningkatkan dialog seputar pembiayaan iklim, penyesuaian diri, dan peralihan yang setara.
Setelah tindakan nyata untuk memperbaiki penyesuaian dan daya tahan pada minggu pertama, seperti Deklarasi Belem tentang Kelaparan, Kemiskinan, dan Tindakan Iklim yang Berfokus pada Manusia serta komitmen bahan bakar lestari, minggu kedua "dimulai dengan penekanan terpadu yaitu menjadikan alam sebagai pusat tindakan iklim," ungkap pihak COP30 dalam sebuah briefing pada Senin.
"Ini berarti memperkuat komitmen untuk melindungi hutan, menjunjung tinggi hak-hak masyarakat pribumi dan komunitas lokal, serta memperluas solusi berbasis alam sebagai pilar esensial kemajuan global," menurut COP30.
"Permainan berlangsung hingga akhir," ujar para negosiator.
Beberapa topik paling sensitif, seperti pembiayaan dari negara maju untuk negara berkembang dan sasaran baru pengurangan emisi, masih belum sepenuhnya dibicarakan sebagai bagian dari agenda resmi.
Agenda Aksi COP30 juga belum menangani Pasal 9.1 dari Perjanjian Paris 2015, yang mengharuskan negara maju menyediakan dana untuk membantu negara berkembang dalam mitigasi dan penyesuaian.
Baca Juga: RI Bukukan Transaksi Hampir Rp7 Triliun dari Perdagangan Karbon COP30
Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UN Framework Convention on Climate Change) Simon Stiell pada Sabtu 15 November 2025 menyatakan bahwa "pendanaan iklim merupakan urat nadi aksi iklim", tetapi "pendanaan belum memadai atau cukup andal, dan belum dibagikan secara luas atau cukup adil."
Menyoroti pentingnya kolaborasi antara negara maju dan berkembang, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak adanya "jalur yang jelas dan kredibel untuk mencapai 1,3 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp16.734) per tahun untuk pendanaan iklim bagi negara-negara berkembang per 2035", sembari menyerukan kepada negara-negara maju untuk memimpin upaya mobilisasi dana sebesar 300 miliar dolar AS setiap tahunnya.
Untuk mencapai target tersebut, presidensi COP29 dan COP30 mengajukan ide pajak atas transaksi finansial, barang mewah seperti fesyen, teknologi, dan peralatan militer, sesuai laporan berjudul "Report on the Baku to Belem Roadmap to 1.3T" yang diterbitkan bulan ini.
Presidensi COP30 Brasil mengakui adanya penolakan terhadap proposal ini, sambil menyatakan bahwa evaluasi lebih mendalam diperlukan.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan bahwa ia akan kembali ke Belem minggu ini untuk bertemu dengan Guterres guna memperkuat tata kelola iklim dan kerja sama multilateral.
COP30, yang diselenggarakan dari 10 hingga 21 November di Belem, sebuah kota di Amazon, Brasil, mengumpulkan delegasi dari hampir 200 negara dan wilayah untuk mendiskusikan langkah-langkah yang dibutuhkan guna membatasi peningkatan suhu global pada 1,5 derajat Celsius, penyampaian rencana aksi nasional baru yang disebut Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contributions), serta kemajuan komitmen finansial yang dibuat di COP29 di Baku, Azerbaijan.
(Sumber: Antara)
Lokasi penyelenggaraan Konferensi ke-30 Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa (COP30) di Belém, Brasil. (Antara)