Riset BRIN: Mikroplastik Terdeteksi di Setiap Tetes Air Hujan Jakarta

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Okt 2025, 13:36
thumbnail-author
Adiansyah
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova (NTVNews.id/ Adiansyah)

Ntvnews.id, Jakarta - Penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap temuan air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya. Hasil riset ini memicu kekhawatiran akan semakin luasnya pencemaran plastik, bahkan di sumber air yang dianggap paling alami.

Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova menjelaskan bahwa fenomena mikroplastik merupakan isu global yang baru mendapat perhatian dalam dua dekade terakhir. Di Indonesia sendiri, riset mendalam soal mikroplastik baru berkembang sekitar 10 tahun terakhir, dengan penelitian awal dimulai pada 2015.

Pada awalnya, tim BRIN meneliti keberadaan mikroplastik di berbagai ekosistem, mulai dari air tawar, laut, hingga tanah. Namun, saat pandemi COVID-19, fokus penelitian bergeser ke interaksi antara darat dan laut, yang kemudian membuka fenomena baru, mikroplastik di udara dan hujan.

"Awalnya, kami meneliti keberadaan mikroplastik di berbagai ekosistem air tawar, air laut, tanah, hingga hutan. Namun, saat pandemi, kami mulai tertarik melihat interaksi antara darat dan laut dalam penyebaran mikroplastik," kata Reza dalam Media Briefing Isu Mikroplastik Dalam Air Hujan Dan Fenomena Panas Ekstrem di Balai Kota Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025.

edia Briefing Isu Mikroplastik Dalam Air Hujan Dan Fenomena Panas Ekstrem di Balai Kota Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025.   <b>(NTVNews.id/ Adiansyah)</b> edia Briefing Isu Mikroplastik Dalam Air Hujan Dan Fenomena Panas Ekstrem di Balai Kota Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025. (NTVNews.id/ Adiansyah)

Melalui alat penangkap hujan (rain gauge), BRIN mengambil sampel hujan selama 12 bulan di wilayah Jakarta. Hasilnya, mikroplastik ditemukan dalam setiap sampel air hujan, dengan jumlah berkisar antara 3 hingga 40 partikel per meter persegi per hari.

Menariknya, semakin tinggi intensitas hujan, semakin banyak pula partikel mikroplastik yang terbawa turun ke permukaan.

"Air hujan yang awalnya bersih ternyata bisa menjadi media pembawa mikroplastik. Dalam waktu sangat singkat bahkan kurang dari satu detik partikel-partikel plastik di udara bisa larut dan ikut terbawa air hujan," ungkapnya.

BRIN mencatat dua sumber utama penyebab pencemaran mikroplastik, yakni, pakaian berbahan sintetis seperti polyester dan nylon yang melepaskan serat mikro saat dicuci atau digunakan. Lalu, plastik sekali pakai yang penggunaannya masih tinggi di masyarakat, termasuk bungkus makanan ringan atau kue.

Menurut Reza, kebiasaan kecil seperti membungkus makanan dengan plastik tanpa disadari turut menambah beban lingkungan.

"Saya sering menyoroti hal kecil seperti ini. Bahkan ketika kita diberi kue atau makanan ringan, masih sering dibungkus lapisan plastik. Padahal, kebiasaan sederhana itu berkontribusi besar pada jumlah limbah plastik yang berpotensi menjadi mikroplastik," ungkapnya.

Di Jakarta, sistem pengumpulan sampah memang sudah cukup baik, lebih dari 95 persen sampah berhasil diangkut dari sumbernya. Namun, wilayah sekitar seperti Bogor, Depok, Bekasi, Banten, hingga Purwakarta masih menghadapi kendala serius. Tingkat pengumpulan sampah di daerah-daerah tersebut masih di bawah 50 persen.

Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova <b>(NTVNews.id/ Adiansyah)</b> Profesor Riset BRIN, Muhammad Reza Cordova (NTVNews.id/ Adiansyah)

"Akibatnya, banyak masyarakat yang masih membakar sampah secara terbuka, dan praktik ini membuat mikroplastik serta zat berbahaya seperti dioksin terlepas ke Udara,"

Mikroplastik di udara memiliki sifat seperti sponge bearing, yang mudah menyerap zat lain termasuk polutan dan mikroorganisme. Ketika terhirup manusia, partikel-partikel ini dapat menyebabkan iritasi, peradangan, dan dalam ukuran sangat kecil (di bawah 50 mikron) bahkan berpotensi masuk ke peredaran darah.

"Artinya, partikel mikroplastik dapat menjadi media pembawa polutan lain, bahkan mikroorganisme atau virus, yang kemudian terhirup manusia," imbuhnya.

Sejak 2022, BRIN telah melaporkan bahwa mikroplastik ditemukan di berbagai ekosistem, mulai dari sungai, sedimen, hingga udara di sekitar pemukiman. Penelitian lanjutan kini mencakup 18 kota besar dan kecil di Indonesia, dengan pengambilan sampel terakhir dijadwalkan hingga pertengahan 2026.

Hasil sementara menunjukkan bahwa semua sampel udara di kota-kota tersebut mengandung mikroplastik, baik berukuran besar maupun kecil. Untuk Jakarta, tingkat kontaminasinya masih stabil di kisaran 3–40 partikel per meter persegi per hari.

x|close