Ntvnews.id, Madagaskar - Kolonel Michael Randrianirina, sosok yang memimpin kudeta militer di Madagaskar, resmi diambil sumpah sebagai presiden sementara pada Jumat 17 Oktober 2025. Menurut laporan dari saluran radio RFI, prosesi pelantikan Randrianirina digelar di gedung Mahkamah Konstitusional Tertinggi Madagaskar dengan pengamanan ketat.
Sehari sebelumnya, pada Kamis 16 Oktober 2025, Randrianirina menyatakan bahwa setelah pelantikannya ia berencana membentuk pemerintahan transisi yang terdiri atas unsur sipil dan militer. “Kami akan membangun pemerintahan sementara yang inklusif, melibatkan perwakilan dari kalangan sipil maupun militer,” ujarnya seperti dikutip RFI.
Mahkamah Konstitusi Madagaskar pada Selasa, 14 Oktober 2025 menetapkan Randrianirina sebagai pengganti Andry Rajoelina, setelah parlemen memakzulkan Rajoelina yang melarikan diri dari negara tersebut di tengah gelombang demonstrasi besar-besaran. Randrianirina sebelumnya menyatakan pengambilalihan kekuasaan dan menetapkan masa transisi selama dua tahun.
Gelombang unjuk rasa di Madagaskar pertama kali meletus pada 25 September, dipicu oleh pemadaman listrik bergilir dan kelangkaan air yang melanda berbagai wilayah. Situasi semakin memanas setelah beberapa pengunjuk rasa tewas, yang kemudian mendorong ribuan pemuda turun ke jalan menuntut pengunduran diri Presiden Rajoelina.
Baca Juga: Militer Madagaskar Umumkan Pembentukan Komite Pengganti Presiden Setelah Dimakzulkan
Bentrok antara massa dan aparat keamanan menyebabkan lebih dari 100 orang terluka. Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan sedikitnya 22 orang meninggal dunia dalam rangkaian aksi tersebut, meski Kementerian Luar Negeri Madagaskar meragukan keakuratan angka korban itu.
Dalam upaya mencari jalan keluar politik, perwakilan Generasi Z, kelompok masyarakat sipil, dan anggota legislatif sempat mengadakan pertemuan. Hasilnya, pada 2 Oktober, para demonstran membentuk Komite Koordinasi Perjuangan (KMT) untuk mengoordinasikan aksi. Namun, parlemen tetap gagal mencapai kesepakatan soal pembentukan pemerintahan baru.
Hanya beberapa hari setelahnya, para pengunjuk rasa mengeluarkan ultimatum kepada Rajoelina, menuntut bukan hanya pengunduran dirinya tetapi juga permintaan maaf secara terbuka, reformasi Mahkamah Konstitusi, serta pembubaran Senat.
Ketegangan mencapai puncaknya pada 11 Oktober, ketika satuan CAPSAT di tubuh militer menolak perintah menembaki demonstran dan menyerukan agar unit militer lain melakukan hal serupa. Pada sore hari yang sama, Rajoelina dilaporkan melarikan diri dari negara itu.
Keesokan harinya, 12 Oktober, CAPSAT menyatakan diri sebagai Komando Tertinggi Angkatan Bersenjata dan menunjuk kepala staf umum baru. Dua hari berselang, pada 14 Oktober, militer mengumumkan pembubaran seluruh lembaga negara, kecuali parlemen yang sebelumnya telah memakzulkan Rajoelina.
(Sumber : Antara)