Presiden Madagaskar Bubarkan Kabinet Pemerintahan Usai Aksi Protes Berdarah Gen Z

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 30 Sep 2025, 18:29
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Polisi anti huru-hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang pemadaman listrik yang sering terjadi dan kelangkaan air, dekat Universitas Antananarivo, Madagaskar, 29 September 2025 Polisi anti huru-hara menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa dalam demonstrasi menentang pemadaman listrik yang sering terjadi dan kelangkaan air, dekat Universitas Antananarivo, Madagaskar, 29 September 2025 (Aljazeera)

Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Madagaskar, Andry Rajoelina, memutuskan membubarkan kabinetnya sebagai respons atas demonstrasi besar yang terkait krisis pasokan listrik dan air, yang berujung pada korban jiwa. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sedikitnya 22 orang meninggal dunia dan lebih dari 100 lainnya mengalami luka-luka.

Aksi protes yang bermula pekan lalu dan berlanjut hingga Senin tersebut dipimpin oleh generasi muda yang marah atas memburuknya kondisi kehidupan di ibu kota, Antananarivo. Para pengamat menilai bahwa protes ini merupakan tantangan paling serius bagi otoritas Rajoelina sejak ia terpilih kembali pada tahun 2023, sekaligus menjadi gelombang kerusuhan terbesar di negara kepulauan itu dalam beberapa tahun terakhir.

Kerumunan massa berkumpul di universitas utama Antananarivo pada hari Senin, 29 September 2025, membawa poster dan menyanyikan lagu kebangsaan sebelum mencoba melakukan long march menuju pusat kota, seperti yang dilaporkan oleh saluran lokal 2424.MG.

Polisi merespons dengan menembakkan gas air mata untuk membubarkan para demonstran, sementara pemerintah telah memberlakukan jam malam dari senja hingga fajar sejak pekan lalu. Selain itu, pasukan keamanan juga menggunakan peluru karet untuk meredam kerusuhan.

Baca Juga: Krisis Air dan Listrik Picu Demo Anarkis di Madagaskar

Terdapat laporan mengenai penjarahan di sejumlah supermarket, toko elektronik, dan bank di ibu kota yang memiliki populasi sekitar 1,4 juta jiwa. Bahkan, rumah-rumah milik para politisi menjadi sasaran serangan selama beberapa hari terakhir.

Presiden Berjanji Membuka Dialog

Dalam pidato yang disiarkan secara langsung melalui televisi pada hari Senin, Rajoelina mengakui kemarahan rakyat dan menyampaikan permohonan maaf atas kegagalan pemerintahannya

“Kami mengakui dan meminta maaf jika para anggota pemerintah belum melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka,” katanya di stasiun TV nasional Televiziona Malagasy (TVM), dikutip dari Al Jazeera, Selasa, 30 September 2025.

Presiden juga berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk membantu bisnis yang terdampak kerusuhan dan ingin membuka komunikasi dengan para pemuda.

“Saya memahami kemarahan, kesedihan, dan kesulitan yang ditimbulkan oleh pemadaman listrik serta masalah pasokan air. Saya mendengar panggilan itu, saya merasakan penderitaannya, saya memahami dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari," tambahnya.

Baca Juga: Topan Dikeledi Landa Madagaskar, 3 Orang Tewas dan Ribuan Warga Terpaksa Mengungsi

Demonstrasi ini dipicu oleh frustrasi yang telah lama terjadi akibat kondisi ekonomi yang memburuk. Madagaskar, sebuah negara kepulauan di lepas pantai tenggara Afrika, termasuk salah satu negara termiskin di kawasan tersebut. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa sekitar 75 persen dari 30 juta penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2022.

Banyak pengunjuk rasa menyalahkan pemerintahan Rajoelina atas kegagalan memperbaiki situasi, khususnya karena seringnya pemadaman listrik dan kelangkaan air yang sangat mengganggu kehidupan warga.

Korban Jiwa dan Perdebatan Angka

Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB menyatakan bahwa korban tewas mencakup demonstran dan warga sekitar yang terkena tembakan aparat keamanan, serta korban meninggal akibat penjarahan dan kekerasan oleh geng yang tidak terkait dengan demonstrasi.

Namun, Kementerian Luar Negeri Madagaskar membantah angka tersebut dengan menyatakan bahwa data PBB tersebut bukan berasal dari catatan resmi, melainkan hanya merupakan “rumor atau informasi keliru.”

Para penyelenggara aksi menyebutkan bahwa mereka terinspirasi oleh gerakan pemuda di negara-negara seperti Kenya, Nepal, dan Maroko. Bahkan, para demonstran di Antananarivo mengibarkan bendera yang pertama kali dipakai di Nepal awal bulan ini ketika aksi protes di sana memaksa perdana menteri mundur.

Gerakan protes di Madagaskar sebagian besar dikoordinasikan melalui media sosial, khususnya Facebook, mirip dengan mobilisasi daring di Kenya tahun lalu yang berujung pada pembatalan rancangan undang-undang pajak oleh pemerintah setempat.

x|close