Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan memberlakukan pembatasan kunjungan wisata ke kawasan Taman Nasional (TN) Komodo maksimal 1.000 orang per hari, sebagai langkah untuk mencegah terjadinya degradasi lingkungan akibat meningkatnya jumlah wisatawan.
Menjawab pertanyaan dari Jakarta, Selasa, 7 Oktober 2025, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut Satyawan Pudyatmoko menjelaskan bahwa jumlah kunjungan wisata ke TN Komodo terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2024 telah mencapai lebih dari 300.000 kunjungan.
"Dampaknya, potensi ancaman degradasi ekosistem darat dan laut serta ketidaknyamanan aktivitas wisata," tuturnya.
Ia menambahkan, Kemenhut melalui Balai TN Komodo akan mengatur jumlah kunjungan dengan sistem kuota berdasarkan hasil kajian daya dukung dan daya tampung. Pengaturan ini akan dilakukan secara bertahap melalui aplikasi SiOra.
Baca Juga: Kemenhut Bekuk HK, Pengendali Jaringan Kayu Jati Ilegal di Baluran
Untuk tahap awal, Satyawan mengatakan akan diterapkan pembatasan kunjungan sebanyak 1.000 orang per hari yang akan dibagi menjadi tiga sesi, di mana masing-masing sesi menampung sekitar 300–330 orang.
Sosialisasi serta simulasi penerapan kebijakan ini dijadwalkan berlangsung pada periode Oktober–Desember 2025, sedangkan uji coba penerapan kuota pengunjung akan dimulai pada Januari 2026. Setelah tahap uji coba selesai, sistem kuota definitif akan diberlakukan pada April 2026.
Sebelumnya, sempat dilaporkan terjadinya kepadatan di jalur trekking menuju puncak Pulau Padar, salah satu destinasi utama di TN Komodo.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni pada Agustus lalu juga telah meminta jajarannya untuk mulai menerapkan pembatasan jumlah wisatawan ke Pulau Padar. Ia menegaskan bahwa wisata di TN Komodo ke depan harus diarahkan menjadi wisata yang bersifat "niche" atau spesifik, sejalan dengan prinsip ekowisata.
Baca Juga: Kemenhut Tetapkan Tersangka Pembukaan Hutan Lindung di Sultra
Dalam pernyataannya, Menhut menyebut bahwa “kondisi Pulau Padar saat ini seperti pasar yang ramai, tidak sesuai dengan kawasan konservasi.”
Sumber: Antara