DPR Usulkan Penundaan Kenaikan Cukai, Dorong Penindakan Rokok Ilegal

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Sep 2025, 21:35
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Usulan moratorium cukai hasil tembakau (CHT) kembali mengemuka setelah pemerintah memutuskan tidak menaikkan pajak pada 2026. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendorong agar kebijakan serupa juga diberlakukan pada CHT selama tiga tahun ke depan. Menurut mereka, langkah ini penting untuk menjaga ketahanan industri hasil tembakau (IHT) yang saat ini tengah tertekan penurunan produksi, melindungi jutaan tenaga kerja, sekaligus mengurangi peredaran rokok ilegal.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menegaskan bahwa penundaan kenaikan tarif cukai dapat membantu menjaga daya beli masyarakat serta keberlangsungan pekerjaan di sektor ini.

“Jika harga rokok naik, produksi akan menurun karena daya beli masyarakat menurun. Akibatnya, banyak beredar rokok ilegal yang tidak ada cukainya. Rokok ilegal ini pasarnya cukup besar karena masyarakat ingin merokok dengan harga yang murah,” ujar Yahya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 24 September 2025.

Ia menambahkan, kondisi industri tembakau sudah sangat tertekan hingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja.

Baca Juga: Viral Dokter Gizi Kritik Pedas MBG saat Rapat dengan DPR

“Bahkan ada yang sudah mem-PHK karyawannya, seperti Gudang Garam. Di tengah kelesuan ekonomi dan daya beli masyarakat yang menurun seharusnya cukai rokok tidak perlu naik,” katanya.

Menurut Yahya, moratorium tiga tahun akan memberi ruang bagi industri untuk menyesuaikan diri. Namun, ia menekankan perlunya langkah tegas terhadap peredaran rokok tanpa pita cukai resmi.

“Moratorium cukup efektif untuk menekan rokok ilegal. Tentu harus diikuti oleh pengawasan dan penegakan hukum,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa kontribusi CHT terhadap penerimaan negara sangat besar, mencapai lebih dari Rp200 triliun pada 2024. Oleh karena itu, kebijakan fiskal terkait tembakau harus mengutamakan keseimbangan.

Baca Juga: Wah! Ada Dua Desa di Bogor Dilelang, Mendes Yandri Lapor ke Dasco di DPR

“Kebijakan tentang tembakau harus seimbang dan proporsional antara kepentingan ekonomi dan ketenagakerjaan. Ada sekitar jutaan orang yang terlibat bekerja di sektor tembakau, mulai petani, buruh, warung, sampai tukang asongan,” tegasnya.

Dari sisi lain, pengamat ketenagakerjaan Hadi Subhan menilai IHT menghadapi beban ganda, yakni regulasi yang ketat serta semakin maraknya rokok ilegal. “Pabrik rokok banyak yang terdampak rokok ilegal, sehingga yang resmi itu banyak tutup dan hulunya terkena PHK,” ujarnya.

Hadi menambahkan, pemerintah perlu mengambil kebijakan lebih bijak di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya.

“Kalau (cukai rokok) tetap dinaikkan, industri semakin lesu. Mestinya tidak naik dulu,” tutupnya.

x|close