Ntvnews.id, Brussel - Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menegaskan bahwa Uni Eropa (UE) akan mempercepat penghentian seluruh impor minyak dan gas dari Rusia. Ia menekankan bahwa pendapatan Moskow dari penjualan energi fosil menjadi penopang utama ekonomi perang Rusia.
Dilansir dari DW, Kamis, 18 September 2025, Von der Leyen juga menyebutkan bahwa ia telah berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Trump mengaitkan rencana sanksi tambahan AS terhadap Rusia dengan syarat Eropa menghentikan pembelian minyak Rusia sekaligus menaikkan tarif impor dari Cina.
Saat ini, rencana resmi UE menargetkan penghentian penuh impor minyak Rusia pada 2027 dan gas pada 2028. Namun, Ursula von der Leyen menegaskan bahwa Komisi Eropa segera mengajukan paket sanksi ke-19 yang akan mencakup sektor kripto, perbankan, hingga energi.
Ribuan Warga Slovakia Turun ke Jalan
Di sisi lain, ribuan warga Slovakia menggelar demonstrasi menentang kebijakan ekonomi dan sikap pro-Rusia Perdana Menteri Robert Fico.
Baca Juga: Menlu Uni Eropa Desak AS Tinjau Ulang Larangan Visa Delegasi Palestina
Protes itu berlangsung saat Fico melakukan perjalanan ke Cina untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Pertemuan tersebut menjadi yang ketiga kalinya sejak Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina.
Para pengkritik menilai Fico tengah menapaki jejak Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, yang kerap menghambat upaya Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap Moskow.
PBB Pesimis Soal Perdamaian Ukraina
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam konferensi pers di New York menyampaikan pandangan pesimis terkait prospek perdamaian di Ukraina.
"Saya tidak terlalu optimistis soal kemajuan upaya perdamaian dalam waktu dekat di Ukraina," ujar Guterres.
Baca Juga: Presiden Von der Leyen Ungkapkan Tiga Pilar Kesepakatan Uni Eropa–Indonesia
Ia menambahkan, perang Rusia-Ukraina kemungkinan masih akan berlangsung "setidaknya untuk beberapa waktu," menandakan konflik tersebut belum menunjukkan tanda-tanda mereda meski berbagai langkah diplomasi telah ditempuh.
Pernyataan itu muncul di tengah harapan yang sempat tumbuh setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Agustus 2025. Pertemuan tersebut dinilai berpotensi membuka jalan negosiasi damai, meski hingga kini belum menghasilkan capaian konkret.