Ntvnews.id, Quito - Ekuador tengah menghadapi kondisi darurat usai demonstrasi besar-besaran pecah di puluhan provinsi menyusul keputusan pemerintah menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Presiden Ekuador Daniel Noboa menetapkan status darurat di tujuh provinsi setelah gelombang aksi protes yang diwarnai kekerasan meluas ke berbagai wilayah.
Kebijakan penghapusan subsidi diumumkan Noboa pekan lalu. Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya penghematan anggaran senilai USD 1,1 miliar (Rp 18 triliun), yang menurutnya akan dialihkan untuk program bantuan sosial serta dukungan bagi sektor pertanian.
Dilansir dari AFP, Kamis, 18 September 2025, kebijakan tersebut membuat harga diesel melonjak tajam, dari USD 1,80 (Rp 29 ribu) menjadi USD 2,80 (Rp 46 ribu) per galon, atau dari 48 sen (Rp 7.887) menjadi 74 sen (Rp 12.160) per liter. Padahal, sepertiga warga Ekuador masih hidup dalam kemiskinan.
Baca Juga: Tanpa Lionel Messi, Argentina Dibungkam Ekuador
Ribuan demonstran memblokir jalan raya Pan-American North di luar ibu kota Quito dengan bebatuan. Aksi itu mengikuti pemblokiran sejumlah jalan raya sehari sebelumnya oleh sopir truk. Sementara itu, mahasiswa juga menyerukan unjuk rasa malam di Quito, dan serikat pekerja Front Pekerja Bersatu (FUT) telah merencanakan longmarch pekan depan.
Noboa, yang kembali terpilih pada April lalu berkat dukungan publik terhadap sikap kerasnya menghadapi kartel narkoba, menyebut keadaan darurat berlaku selama 60 hari di tujuh provinsi. Ia menegaskan alasan kebijakan tersebut adalah "kerusuhan internal yang parah."
Pemerintah mengatakan blokade jalan mengganggu distribusi pangan, membatasi mobilitas warga, dan melumpuhkan sejumlah sektor ekonomi. Berdasarkan dekrit darurat, hak berkumpul sementara ditangguhkan.
Baca Juga: Hasil Copa America 2024: Sempat Imbang, Argentina Sikat Ekuador Lewat Adu Penalti
Noboa juga mengizinkan pengerahan militer "untuk mencegah dan membubarkan pertemuan di ruang publik di mana ancaman terhadap keselamatan publik teridentifikasi."
Sebelumnya, dua presiden Ekuador juga pernah mencoba menghapus subsidi BBM, tetapi langkah itu memicu demonstrasi keras. Unjuk rasa serupa kerap digerakkan oleh kelompok masyarakat adat Conaie yang berpengaruh, bahkan berperan dalam menggulingkan tiga presiden antara 1997–2005.
Conaie telah menyatakan penolakannya terhadap langkah Noboa. Mereka menilai penghapusan subsidi BBM "paling merugikan masyarakat miskin," meski sejauh ini belum resmi bergabung dalam aksi terbaru.
Krisis ini menambah beban Ekuador yang tahun lalu sempat mengalami pemadaman listrik bergilir hingga menyeret negara tersebut ke jurang resesi.