Ntvnews.id, Jakarta - Darurat militer sering kali disebut sebagai langkah terakhir yang diambil pemerintah ketika menghadapi situasi krisis, baik berupa konflik bersenjata, pemberontakan, maupun bencana besar yang dianggap mengancam stabilitas negara.
Namun, di balik alasan keamanan, penerapan darurat militer menyimpan risiko besar bagi demokrasi, hak asasi manusia, serta kehidupan sipil sehari-hari. Seperti yang terjadi saat ini di Nepal, militer telah mengambil alih kekuasaan karena PM dan presiden mengundurkan diri.
Pembatasan Hak dan Kebebasan
Ketika darurat militer diberlakukan, kewenangan sipil biasanya digantikan oleh aparat militer. Konsekuensinya, kebebasan individu seperti hak berkumpul, kebebasan pers, hingga kebebasan berekspresi bisa dibatasi dengan dalih menjaga ketertiban. Kondisi ini kerap memunculkan iklim ketakutan di masyarakat karena kontrol penuh berada di tangan militer.
Risiko Kekerasan dan Pelanggaran HAM
Sebelum terjadi pengambilalihan militer, Nepal sebenarnya memiliki pengalaman darurat militer pada awal 2000-an. Saat itu, pemerintah mengumumkan darurat militer untuk menghadapi pemberontakan Maois yang semakin meluas. Militer diberi kewenangan ekstra dalam operasi keamanan.
Namun, situasi tersebut justru memicu berbagai kasus pelanggaran HAM, mulai dari penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, hingga hilangnya warga sipil tanpa jejak. Organisasi internasional berkali-kali menyoroti pelanggaran tersebut, yang memperburuk citra negara di mata dunia.
Tergerusnya Demokrasi
Darurat militer juga berpotensi memperlemah institusi demokrasi. Di Nepal, penerapan aturan darurat membuka jalan bagi raja kala itu untuk mengambil alih kekuasaan lebih besar.
Sistem parlementer yang seharusnya menjadi wadah aspirasi rakyat menjadi lumpuh. Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada militer dan elit tertentu, keseimbangan politik hilang, dan reformasi demokrasi terhambat bertahun-tahun.
Dampak Jangka Panjang
Selain kerugian langsung berupa hilangnya rasa aman masyarakat, efek darurat militer juga merembet pada pembangunan negara. Ekonomi terganggu karena investasi asing menurun, masyarakat enggan beraktivitas normal, dan hubungan internasional tercederai akibat tuduhan pelanggaran HAM.
Nepal sendiri membutuhkan waktu panjang pasca-darurat militer untuk membangun kembali kepercayaan rakyat terhadap negara dan institusi demokrasinya.