Mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Divonis 7 Tahun Penjara

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Sep 2025, 20:45
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Suasana sidang pembacaan vonis terdakwa sidikat peredaran dan pembuatan uang palsu di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu 10 Agustus 2025.  (ANTARA) Suasana sidang pembacaan vonis terdakwa sidikat peredaran dan pembuatan uang palsu di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu 10 Agustus 2025. (ANTARA) (Antara)

Ntvnews.id, Gowa - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada mantan Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Andi Ibrahim. Ia terbukti terlibat dalam kasus pembuatan dan peredaran uang palsu.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Andi Ibrahim selama tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama enam bulan," ujar Ketua Majelis Hakim, Dyan Martha Budhinugraeny, saat membacakan putusan di PN Sungguminasa, Rabu, 10 September 2025.

Terdakwa dinyatakan bersalah karena secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta Pasal 5 Ayat 1 terkait Rupiah Palsu.

Majelis hakim menilai, terdapat sejumlah hal yang memberatkan, yakni perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan masyarakat, merusak kepercayaan terhadap perekonomian negara, serta terdakwa memperoleh keuntungan pribadi. Selain itu, sebagai seorang dosen, ia seharusnya menjadi teladan di lingkungan masyarakat. Lebih jauh lagi, tindak pidana dilakukan di lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat belajar, tetapi justru dipakai untuk memproduksi uang palsu di ruangan tertentu perpustakaan.

Baca Juga: Unjuk Rasa Mahasiswa BEM UI dan UIN Jakarta Bikin Lalu Lintas Gatot Subroto Tersendat

Adapun hal yang meringankan, menurut hakim anggota Yenny Wahyuningtyas dan Syahbuddin yang mendampingi Ketua Majelis, yakni terdakwa menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum sebelumnya, serta merupakan tulang punggung keluarga dengan tanggungan istri dan empat anak.

Atas vonis ini, terdakwa diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. Ia boleh memilih untuk menerima putusan, mengajukan banding, atau menyatakan pikir-pikir.

Terdakwa Andi Ibrahim akhirnya menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gowa juga mengambil sikap serupa. Majelis hakim memberi waktu 14 hari bagi para pihak untuk menentukan sikap menerima atau mengajukan banding.

Vonis tujuh tahun yang dijatuhkan kepada Andi Ibrahim lebih ringan dibanding tuntutan JPU sebelumnya, yakni delapan tahun penjara.

Baca Juga: Menteri Agama Resmikan Rumah Sakit UIN Alauddin Makassar

Sementara itu, terdakwa lain dalam perkara yang sama, Ambo Ala, dijatuhi hukuman empat tahun penjara serta denda Rp50 juta. Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan satu bulan penjara.

Ambo Ala dinyatakan bersalah melanggar Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1. Setelah mendengar putusan, baik terdakwa maupun JPU menyatakan pikir-pikir.

Putusan untuk Ambo Ala juga lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya meminta hukuman enam tahun penjara, dikurangi masa penangkapan dan penahanan. Hal yang meringankan baginya adalah statusnya sebagai tulang punggung keluarga dengan empat anak yang masih bersekolah.

Dalam perkara ini, Ambo Ala berperan membantu terdakwa Syahruna dan Andi Ibrahim memproduksi uang palsu, khususnya dengan menanamkan benang pengaman pada lembaran kertas. Total uang palsu yang diproduksi mencapai Rp640 juta, namun Rp40 juta di antaranya dimusnahkan karena tidak layak edar.

Secara keseluruhan, kasus sindikat pembuatan dan peredaran uang palsu ini melibatkan 15 orang terdakwa, masing-masing dengan peran berbeda mulai dari memproduksi, mengedarkan, hingga memasarkan ke masyarakat.

 

(Sumber : Antara)

x|close