Ntvnews.id, Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan bahwa negaranya bisa berubah menjadi "negara dunia ketiga" apabila kebijakan tarifnya dicabut. Peringatan ini disampaikannya setelah pengadilan banding federal menyatakan sebagian besar tarif yang diberlakukan pemerintahannya melanggar hukum.
Dilansir dari Reuters, Kamis, 4 September 2025, Trump memperkenalkan kebijakan tarif pada April lalu dengan alasan mitra dagang AS menciptakan ketidakseimbangan perdagangan yang tidak adil. Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai langkah timbal balik untuk mendapatkan kesepakatan perdagangan yang lebih baik.
Tarif spesifik per negara, berkisar 10% hingga 41%, mulai berlaku pada 7 Agustus. Namun, kebijakan ini memicu kritik dari sejumlah anggota parlemen AS karena dianggap bisa merugikan perekonomian.
Baca Juga: Gak Diundang ke Beijing, Trump Sebut Rusia, China dan Korut Sedang Bersekongkol Melawan AS
Pada Jumat, Pengadilan Banding AS untuk Sirkuit Federal memutuskan bahwa Trump telah menyalahgunakan wewenangnya dengan menerapkan tarif berdasarkan undang-undang kewenangan darurat, menegaskan bahwa hanya Kongres yang berhak membuat kebijakan tersebut. Meski begitu, pengadilan tidak langsung membatalkan tarif, melainkan memberi waktu pemerintah hingga pertengahan Oktober untuk mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
Trump mengecam putusan tersebut dan memperingatkan potensi dampak buruknya.
"Lebih dari 15 Triliun Dolar akan diinvestasikan di AS, satu REKOR. Sebagian besar investasi ini disebabkan oleh Tarif," tulisnya di Truth Social pada Senin.
"Jika Pengadilan Kiri Radikal diizinkan untuk mengakhiri Tarif ini, hampir semua investasi ini, dan lebih banyak lagi, akan segera dibatalkan! Dalam banyak hal, kita akan menjadi Negara Dunia Ketiga, tanpa harapan untuk KEHEBATAN lagi." tambahnya.
Baca Juga: Trump Perintahkan Pecat Gubernur The Fed Lisa Cook, Ada Apa?
Putusan pengadilan itu mencakup dua kategori tarif: tarif “timbal balik” yang luas terhadap sebagian besar mitra dagang AS, serta tarif khusus terhadap barang dari Kanada, China, dan Meksiko yang dikaitkan dengan klaim perdagangan narkoba. Namun, keputusan tersebut tidak berdampak pada tarif yang ditargetkan, seperti baja, aluminium, dan otomotif asing, karena diberlakukan melalui undang-undang berbeda.
Trump bersikeras bahwa tarif bermanfaat bagi perekonomian, dengan dalih mampu memperbaiki syarat perdagangan, menghidupkan kembali industri manufaktur, dan menekan defisit. Namun, banyak ekonom menilai kebijakan tersebut justru berisiko menyeret AS ke jurang resesi.
Sejauh ini Rusia belum dikenai tarif karena telah lebih dulu menghadapi sanksi. Namun, Trump mengancam akan menaikkan tarif terhadap mitra dagang AS bila konflik Ukraina tidak terselesaikan. Bulan lalu, ia bahkan menggandakan tarif untuk India menjadi 50%, menuduh negara tersebut membantu Moskow lewat pembelian minyak Rusia, sekaligus mengisyaratkan rencana langkah baru terhadap China.