Ntvnews.id, Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan dirinya bukan seorang diktator, meski mengakui bahwa sebagian warga Amerika tampaknya menyukai sosok diktator.
Dilansir dari AFP, Rabu, 27 Agustus 2025, pernyataan tersebut disampaikan Trump saat menandatangani perintah eksekutif terbaru di Ruang Oval Gedung Putih pada Senin, 25 Agustus 2025 waktu setempat. Aturan baru itu memperkuat langkah federal di Washington DC, termasuk pengadilan bagi pelaku pembakaran bendera nasional.
Dalam kesempatan itu, Trump melontarkan kritik kepada media dan lawan politik yang menuduhnya haus kekuasaan.
"Mereka mengatakan 'Kita tidak membutuhkannya. Kebebasan. Kebebasan. Dia seorang diktator. Dia seorang diktator'. Banyak orang berkata: 'Mungkin kita menyukai seorang diktator'," kata Trump di hadapan wartawan.
Baca Juga: Trump Setujui Ribuan Rudal Dikirim ke Ukraina
"Saya tidak menyukai diktator. Saya bukan seorang diktator. Saya orang yang sangat berakal sehat dan cerdas," tegasnya.
Sebelum kembali terpilih untuk periode kedua pada November lalu, Trump memang sempat menyatakan bahwa dirinya akan menjadi "diktator sejak hari pertama".
Awal bulan ini, ia mengerahkan Garda Nasional ke Washington DC untuk menangani lonjakan kriminalitas sekaligus mengambil alih kendali federal atas Kepolisian Metropolitan DC. Sejak Minggu, 24 Agustus 2025, pasukan tersebut bahkan mulai berpatroli dengan senjata api di jalanan ibu kota.
Langkah itu menuai kecaman keras dari Partai Demokrat, yang menilai Trump melampaui batas kewenangan presiden. Kritik serupa muncul pada Juni lalu, ketika ia memerintahkan hampir 5.000 tentara ke Los Angeles guna meredam demonstrasi terkait kebijakan imigrasi.
Baca Juga: Trump Bakal Pertemukan Putin-Zelensky Pekan Ini
Trump kini juga mempertimbangkan pengerahan militer ke Chicago dan Baltimore, dua kota basis Partai Demokrat.
Selain itu, ia menandatangani aturan untuk mengadili pembakar bendera AS, meski Mahkamah Agung sejak 1989 sudah menyatakan aksi tersebut dilindungi kebebasan berbicara.
Trump bahkan berencana mengganti nama Departemen Pertahanan kembali menjadi Departemen Perang, sebutan yang digunakan sejak 1789 hingga 1947.
"Pertahanan terlalu defensif," ujarnya.