India-AS Rengga Usai Trump Berlakukan Tarif 50 Persen

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 28 Agu 2025, 06:30
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Presiden AS Donald Trump (depan) menghadiri konferensi pers setelah KTT NATO di Den Haag, Belanda, pada 25 Juni 2025. Kamis, 7 Agustus 2025. Presiden AS Donald Trump (depan) menghadiri konferensi pers setelah KTT NATO di Den Haag, Belanda, pada 25 Juni 2025. Kamis, 7 Agustus 2025. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menggandakan tarif impor produk asal India resmi berlaku mulai Rabu, 27 Agustus 2025. Tarif baru ini mencapai 50%, naik dari sebelumnya 25%, dan menambah ketegangan dalam hubungan kedua negara meski AS dan India memiliki kemitraan strategis.

Dilansir dari DW, Kamis, 28 Agustus 2025, langkah itu diambil setelah India tetap membeli minyak dari Rusia, yang membuat Trump menambahkan tarif tambahan 25%. Produk yang terdampak mencakup tekstil, perhiasan, alas kaki, perabotan, peralatan olahraga, hingga bahan kimia. Tarif tersebut menjadi yang tertinggi yang pernah diberlakukan AS, setelah kebijakan serupa diterapkan terhadap Brasil dan Cina.

Seorang pejabat Kementerian Perdagangan India menyebut pemerintah akan memberi bantuan finansial bagi eksportir yang terkena dampak dan mendorong diversifikasi pasar ke wilayah seperti Cina, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Menurut pemberitahuan U.S.

Customs and Border Protection (CBP), barang India yang dikirim sebelum tenggat diberi masa transisi hingga 17 September dengan tarif lama. Sementara itu, komoditas seperti baja, aluminium, dan kendaraan penumpang tetap tunduk pada aturan tarif terpisah.

Negosiasi Gagal dan Dampak Perdagangan

Kenaikan tarif ini terjadi setelah lima putaran negosiasi antara AS dan India gagal menemukan kesepakatan. Penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menegaskan tarif berlaku sesuai jadwal tanpa pengecualian.

Baca Juga: Trump Kasih Tarif 50% ke India, Tensi Dagang Dua Negara Memanas

Data Biro Sensus AS menunjukkan nilai perdagangan bilateral pada 2024 mencapai USD 129 miliar (Rp1.967 triliun), dengan defisit perdagangan AS sebesar USD 45,8 miliar (Rp687 triliun). Para eksportir memperkirakan kebijakan tarif baru akan memengaruhi 55% ekspor India ke AS, bernilai sekitar USD 87 miliar (Rp1.305 triliun). Sektor padat karya seperti tekstil, perhiasan, kulit, makanan, dan otomotif disebut paling rentan terdampak.

Menurut Ajay Srivastava dari Global Trade Research Initiative, kebijakan tarif ini bisa menghapus jejak kuat India di pasar AS, mengancam lapangan kerja, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, sektor farmasi dan elektronik masih terbebas dari tambahan tarif, memberi sedikit kelegaan bagi eksportir.

Respons dari India

Sejumlah pelaku usaha menilai kebijakan ini sebagai pukulan berat. Puran Dawar, eksportir sepatu kulit dari Agra, mengatakan tarif tinggi membuat produk India tidak kompetitif. Ia mengingatkan bahwa konsumen AS juga akan terkena dampaknya karena harga barang akan ikut melonjak.

Baca Juga: Trump Tegaskan Ukraina Tak Bakal Gabung NATO, Kenapa?

Ajay Sahai, Direktur Jenderal Federasi Organisasi Ekspor India, menambahkan bahwa kebijakan tarif ini bisa membuat banyak produk India tiba-tiba tidak layak dijual ke AS.

Sikap Pemerintah India

Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan tidak akan tunduk pada tekanan AS, terutama dalam sektor pertanian, susu, dan usaha kecil. Ia menyebut kepentingan petani dan pelaku UMKM tetap menjadi prioritas.

“Dunia sedang menyaksikan politik egoisme ekonomi,” ujar Modi dalam pidato di Gujarat.

Rencana kunjungan delegasi AS ke New Delhi untuk melanjutkan negosiasi juga dibatalkan menyusul kebijakan tarif ini.

Langkah Antisipasi India

Sebagai respons, pemerintah India tengah menyiapkan reformasi fiskal untuk menjaga perekonomian domestik, termasuk rencana pemotongan pajak konsumsi bagi barang kebutuhan rumah tangga, mobil, dan asuransi menjelang perayaan Diwali Oktober 2025.

Selain itu, insentif finansial untuk eksportir, termasuk keringanan bunga pinjaman, sedang dibahas. India juga mempercepat upaya diversifikasi pasar dengan memperluas ekspor ke Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, serta memperkuat pembicaraan dagang dengan Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

TERKINI

Load More
x|close