AS Tolak Visa Palestina, Presiden Abbas Gagal Hadiri Sidang PBB

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Sep 2025, 09:55
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Presiden Palestina Mahmoud Abbas. ANTARA/Xinhua. Presiden Palestina Mahmoud Abbas. ANTARA/Xinhua. (Antara)

Ntvnews.id, Washington DC - Amerika Serikat (AS) semakin memperketat akses bagi warga Palestina, termasuk Presiden Palestina, untuk masuk ke wilayahnya. Hampir semua permohonan visa dari pemegang paspor Palestina kini ditolak.

Dilansir dari Reuters, Selasa, 2 September 2025, pemerintahan Presiden AS Donald Trump menolak sekaligus mencabut visa bagi para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina yang bermarkas di Tepi Barat. Kebijakan ini diberlakukan menjelang Sidang Umum PBB, dengan alasan bahwa mereka dianggap 'merusak prospek perdamaian'.

Keputusan itu membuat Presiden Palestina Mahmoud Abbas tidak dapat berangkat ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS yang enggan disebut namanya menyebutkan Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh kebijakan yang diumumkan pada Jumat, 29 Agustus 2025 waktu setempat.

Abbas sejatinya sudah menjadwalkan kehadirannya di Sidang Umum PBB bulan September ini, sekaligus pertemuan tingkat tinggi yang diprakarsai Prancis dan Arab Saudi.

Baca Juga: AS Diminta Cabut Larangan Visa terhadap Delegasi Palestina

Pertemuan itu penting karena Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berkomitmen mengakui negara Palestina. Kantor Abbas mengaku terkejut dengan penolakan visa tersebut dan menilai langkah Trump melanggar 'perjanjian markas besar' PBB.

Dalam 'perjanjian markas besar' PBB tahun 1947, AS memiliki kewajiban memberi akses bagi diplomat asing ke kantor pusat PBB di New York. Namun Washington beralasan mereka dapat menolak visa terkait isu keamanan, ekstremisme, maupun kebijakan luar negeri.

Departemen Luar Negeri AS menegaskan kembali tuduhan bahwa PLO dan Otoritas Palestina gagal menolak ekstremisme dan berupaya mendorong 'pengakuan sepihak' negara Palestina.

"Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian," demikian pernyataan resmi AS.

Pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut. Mereka menilai perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun tidak berhasil mengakhiri pendudukan Israel atau mewujudkan negara Palestina merdeka.

Baca Juga: PBB Geram dengan Pemukiman Israel di Tepi Barat Palestina

AS kemudian menambahkan bahwa pihaknya tetap terbuka untuk kembali terlibat "jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel".

Misi Palestina di PBB yang terdiri dari pejabat permanen disebut tidak akan terkena dampak pembatasan ini. Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pihaknya akan membahas masalah visa dengan Washington sesuai perjanjian markas besar.

Prancis ikut mengkritik kebijakan AS. Menteri Luar Negeri Jean-Noel Barrot menegaskan, "Pertemuan Sidang Umum PBB seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun." Sejumlah Menlu Eropa dalam pertemuan di Denmark menyuarakan hal senada, meminta AS membuka akses bagi delegasi Palestina.

Selain itu, AS juga memperluas kebijakan dengan menangguhkan hampir seluruh persetujuan visa bagi pemegang paspor Palestina, termasuk dari Jalur Gaza, melanjutkan pembatasan yang sudah lebih dulu diberlakukan pemerintahan Trump.

x|close