Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah berupaya menyelesaikan polemik terkait pembayaran royalti musik dengan memfasilitasi dialog konstruktif antar pemangku kepentingan, guna mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Hal itu disampaikan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi.
Dalam konferensi pers di Kantor PCO, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Agustus 2025, Hasan menegaskan bahwa sudah ada lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk memfasilitasi penghargaan terhadap karya seniman, sehingga para kreator dapat memperoleh apresiasi dan imbal jasa yang pantas.
"Supaya hasil karya mereka itu mendapatkan penghargaan dan apresiasi yang layak," ujarnya.
Hasan menjelaskan, proses pembahasan mengenai polemik ini masih berlangsung dan belum mencapai keputusan final. Oleh karena itu, komunikasi antar pihak akan diperkuat demi menghasilkan solusi yang dapat diterima semua pihak, mulai dari seniman, pengelola hotel, restoran, tempat hiburan, hingga masyarakat.
“Kita cari win-win solution,” kata Hasan.
Baca Juga: Hasto Kristiyanto Dilantik Lagi Jadi Sekjen PDIP?
Ia juga menambahkan bahwa kementerian terkait, seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum), bersama para pemangku kepentingan lain, akan membahas secara detail mekanisme dan penerapan di lapangan.
“Apresiasi terhadap hasil karya-karya mereka juga harus dipikirkan dan kita belum terbiasa dengan ini. Kita step by step, nanti akan mencari jalan keluar untuk hal ini,” tambahnya.
Polemik royalti musik mencuat kembali setelah muncul sejumlah gugatan hukum antara pencipta lagu dan penyanyi, disertai keluhan dari pelaku usaha yang menganggap kewajiban membayar royalti memberatkan.
Sejumlah musisi menilai sengketa ini terjadi karena aturan yang tidak jelas, adanya tumpang tindih kebijakan, serta minimnya transparansi distribusi royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Sebagian musisi mengusulkan penggunaan sistem direct license agar pembayaran dapat langsung diterima pencipta lagu, meski mekanisme ini dinilai berpotensi bertentangan dengan regulasi yang ada.
Di sisi lain, pemilik kafe dan restoran menyatakan kekhawatiran untuk memutar musik Indonesia karena takut dikenakan biaya tambahan.
(Sumber: Antara)