DPR: Putar Lagu di Acara Sosial Tak Seharusnya Dikenakan Royalti

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Agu 2025, 12:42
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya saat diwawancarai di Padang, Senin (7/4/2025). Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya saat diwawancarai di Padang, Senin (7/4/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, mengatakan bahwa pemutaran musik berlisensi dalam kegiatan sosial seperti acara pernikahan, hiburan warga, hingga olahraga lingkungan, sebaiknya dipandang sebagai bagian dari aktivitas sosial yang tidak memiliki unsur komersial. 

"Ini tidak perlu lah ditakut-takuti dengan ancaman membayar royalti karena kegiatan demikian tidak ada sifat komersil di dalamnya," ujar Willy dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis. 

Ia mengakui pentingnya menghormati hak cipta, namun menegaskan bahwa tidak semua bentuk penggunaan karya cipta harus ditarik ke ranah komersial, terlebih jika berada dalam konteks sosial. 

"Saya setuju untuk menaruh penghormatan terhadap hak cipta pada tempat yang tinggi, namun tidak lantas semua hal perlu dikonversi menjadi nilai komersil karena kita hidup juga di dalam lingkung sosial," lanjutnya. 

Menurut Willy, perdebatan seputar royalti kini sudah berkembang terlalu jauh dan telah menimbulkan berbagai konsekuensi baik secara sosial maupun hukum. 

"Restoran berskala kecil, kafe, dan UMKM lainnya merasa khawatir mengingat mereka juga disebut akan dikenakan royalti saat memutar musik, bahkan saat mereka memilih memutar suara alam seperti kicauan burung pun," ungkapnya. 

Ia menyoroti munculnya kesan adanya konflik antara para pengguna karya yang belum sepenuhnya memahami aturan dan para pemegang hak cipta yang seolah memanfaatkan situasi. 

"Tampilan yang demikian ini bukan tampilan khas kultur Indonesia yang gotong royong dan musyawarah," ujarnya lagi. 

Willy mengingatkan bahwa pendiri bangsa ini tentu tidak pernah membayangkan generasi penerusnya saling berkonflik dalam isu komersialisasi hak milik pribadi. 

"Coba liat UU Pokok Agraria tahun 1960, itu bisa jadi contoh baik pengaturan fungsi sosial-kepentingan umum tanah dan fungsi tanah sebagai fungsi kapital perorangan," katanya. 

Melihat dinamika yang berkembang, Willy mendukung perlunya penataan yang lebih tegas dan sistematis dalam aturan mengenai royalti, khususnya dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang tengah dipersiapkan oleh Komisi X DPR. 

"Saya setuju bahwa perlu ada pengaturan yang tegas dan jelas dari royalti di dalam perubahan UU Hak Cipta ke depan. Hal ini memang menjadi salah satu yang diwacanakan akan dibahas oleh Komisi X DPR," jelasnya. 

Ia juga menekankan bahwa dalam proses revisi UU tersebut, nilai-nilai dasar kebangsaan harus kembali menjadi pijakan utama, terutama Pancasila sebagai landasan bernegara. 

"Pancasila kita menginginkan perlindungan hak pribadi di dalam hubungan sosialnya tidak seperti liberalisasi bellum omnium contra omnes, tidak mau ‘Exploitation De L’Homme Par L’Homme’," ujarnya. 

Willy menutup pernyataannya dengan harapan bahwa para legislator akan mengedepankan kepentingan nasional dalam pembahasan regulasi ini. 

"Saya yakin teman-teman di komisi terkait akan bijak menaruh kepentingan bangsa di dalamnya," pungkasnya. 

(Sumber: Antara)

x|close