Menkum: Prioritaskan Mediasi, Jangan Langsung Gugat Pidana untuk Sengketa Royalti

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Agu 2025, 19:33
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu (13/8/2025). Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu (13/8/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan bahwa sengketa royalti, khususnya yang ditangani oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sebaiknya tidak langsung diarahkan ke jalur pidana, melainkan didahului dengan mediasi.

“Jangan sampai ini dijadikan perkara pidana yang didahulukan. Enggak boleh. Ini harus mediasinya,” katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2025.

Supratman menekankan pentingnya LMKN melakukan dialog dengan berbagai asosiasi terkait tata kelola royalti, seperti asosiasi perhotelan, pusat perbelanjaan, dan restoran.

“Saya minta kepada komisioner juga berkomunikasi dengan asosiasi perhotelan, asosiasi pusat belanja, asosiasi restoran atau apa pun namanya. Ajak mereka bicara, tentukan sikap,” pesannya.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa royalti harus dikelola secara bersama:

“Sebenarnya royalti itu dari kita, untuk kita, oleh kita,” tambahnya.

Pernyataan ini sejalan dengan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, Razilu, yang menyinggung bahwa Undang-Undang Hak Cipta bersifat hukum pidana administratif (administrative penal law).

Pidana, menurutnya, merupakan ultimum remedium, jalan terakhir dalam penegakan hukum jika metode lainnya tidak berhasil.

“Tuntutan pidana hanya dapat diajukan jika upaya perdata gagal vide (lihat) Pasal 95 ayat (4) Undang‑Undang Hak Cipta Tahun 2014,” terang Razilu di Mahkamah Konstitusi, Senin 30 Juni 2025.

Ia juga menegaskan bahwa sanksi pidana tidak berlaku otomatis untuk setiap pelanggaran ekonomi hak cipta. Sebaliknya, penyelesaiannya kurang tepat dilakukan lewat jalur pidana jika alternatif lain tersedia—seperti perdata, arbitrase, pengadilan niaga, atau mediasi.

“Dalam hal ini, mekanisme alternatif penyelesaian sengketa harus dilakukan secara resmi dan oleh badan resmi yang diakui oleh pemerintah, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia … serta dituangkan dalam berita acara mediasi di dalam pelaksanaannya,” papar Razilu.

(Sumber: Antara)

x|close