Usai Diberi Amnesti Prabowo, Hasto Gugat Pasal Perintangan Penyidikan ke MK

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Agu 2025, 11:50
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kiri) saat menginjakkan kaki keluar dari lingkungan Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah resmi bebas usai mendapatkan amnesti Presiden Prabowo Subianto, di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025. Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (kiri) saat menginjakkan kaki keluar dari lingkungan Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah resmi bebas usai mendapatkan amnesti Presiden Prabowo Subianto, di Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Meski telah diberi amnesti dari Presiden Prabowo Subianto, politisi PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Tujuan Hasto untuk mengubah ancaman pidana perintangan penyidikan korupsi, dari minimal tiga tahun menjadi maksimal tiga tahun penjara. 

Hasto menguji konstitusionalitas Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Perkara tersebut teregister dengan Nomor 136/PUU-XXIII/2025.

“Ancaman hukuman yang layak terhadap pelanggaran Pasal 21 UU Tipikor harus dimaknai sama dengan ancaman hukuman terendah dari UU Tipikor, yaitu Pasal 13 UU Tipikor, yakni dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun,” kata kuasa hukum Hasto, Erna Ratnaningsih, dalam sidang pendahuluan di MK, Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2025 kemarin.

Baca Juga: Didampingin Hasto, Megawati Melayat ke Rumah Duka Ibunda Eks Menteri PPPA Usai Kongres

Hasto berpendapat bahwa Pasal 21 UU Tipikor kerap ditafsirkan secara tidak proporsional, menimbulkan ketidakpastian hukum, dan bertentangan dengan prinsip negara hukum yang adil sebagaimana diatur konstitusi. Menurutnya, pasal tersebut tidak boleh dimaknai hanya sesuai kebutuhan aparat hukum, tetapi harus berpedoman pada bunyi dan makna teks agar akuntabel.

Pasal 21 UU Tipikor mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan terhadap tersangka, terdakwa, atau saksi perkara korupsi, dipidana penjara 3–12 tahun dan/atau denda Rp150 juta–Rp600 juta.

Menurut Hasto, pasal itu hanya dapat dikenakan pada orang yang sengaja menghalangi proses hukum sebagaimana dimaksud. Karena itu, ia menilai pasal tersebut tidak tepat digunakan untuk menetapkan tersangka atau mendakwa pelaku tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut, ia menilai ancaman pidana minimal tiga tahun dan maksimal 12 tahun tidak proporsional, terutama jika perintangan penyidikan dilakukan dalam bentuk suap-menyuap. Sebab, pemberi hadiah atau janji yang melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Tipikor hanya diancam 1–5 tahun penjara, sedangkan merintangi perbuatan memberi hadiah atau janji sebagaimana Pasal 13 UU Tipikor hanya diancam maksimal tiga tahun.

Baca Juga: Megawati Kritik Penanganan Hukum Hasto, Ketua KPK Angkat Bicara

“Ketidakadilan seperti ini adalah suatu hal yang tidak dapat ditoleransi atau intolerable,” ujar Erna.

Hasto menilai, agar Pasal 21 UU Tipikor tidak digunakan secara berlebihan, ancaman hukuman minimalnya seharusnya sama dengan Pasal 13 UU Tipikor.

Dalam petitumnya, Hasto meminta MK memaknai Pasal 21 UU Tipikor menjadi:
“Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun maupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 dan paling banyak Rp600.000.000,00.”

Ia juga meminta MK menyatakan frasa “penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai frasa kumulatif, yang berarti tindakan mencegah, merintangi, atau menggagalkan harus terjadi di seluruh tahap tersebut.

Baca Juga: Hasto Diberi Amnesti, Prabowo Dinilai Negarawan-Berjiwa Besar

Sebelum bebas dari tahanan berkat amnesti Presiden Prabowo Subianto, Hasto merupakan terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan dan gratifikasi terkait pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku.

Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Hasto tidak terbukti menghalangi penyidikan, tetapi terbukti memberi suap. Ia divonis tiga tahun enam bulan penjara dan denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan. (Sumber: Antara)

x|close