Ntvnews.id, Jakarta - Di Jakarta, Lembaga Sensor Film (LSF) memastikan karya animasi “Merah Putih One For All” produksi Perfiki Kreasindo telah memenuhi seluruh kriteria penilaian sensor, sehingga mendapat klasifikasi Semua Umur dan dinyatakan aman untuk tayang di bioskop Indonesia.
Ketua LSF Naswardi menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penilaian dan penelitian oleh kelompok penyensoran, film ini tidak melanggar kaidah sensor apa pun.
“Berdasarkan hasil penilaian dan juga penelitian yang dilakukan oleh kelompok penyensoran, maka film ini tidak ada kaedah kriteria yang dilanggar. Artinya semua kriteria yang kita punya di dalam proses penilaian itu terpenuhi,” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2025.
Baca Juga: Ramai Kritik Film Animasi Merah Putih: One For All, Wamen Ekraf Sebut Hanya Beri Saran Teknis
Ia menambahkan, Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) untuk film animasi “Merah Putih One For All” diterbitkan pada 5 Juli 2025. Dengan demikian, film tersebut berhak diputar di seluruh jaringan bioskop Indonesia.
Naswardi menjelaskan bahwa penilaian film animasi ini mengacu pada kriteria utama yang mencakup tema, konteks, nuansa, dan dampak. Selain itu, ada acuan pendukung seperti judul film, dialog dan monolog, visualisasi, serta teks (terutama jika animasi berasal dari luar negeri).
Dalam aspek visualisasi, LSF menilai enam unsur, yaitu potensi atau gambaran kekerasan, pornografi, penggunaan atau peredaran narkotika, perendahan harkat martabat kemanusiaan, diskriminasi suku, agama, perempuan atau kelompok tertentu, serta pelanggaran hukum.
Baca Juga: Wamen Irene: Kemenekraf Tak Biayai Film Animasi Merah Putih: One for All
Berdasarkan penilaian tersebut, film dikategorikan dalam klasifikasi usia yang meliputi semua umur, 13 tahun ke atas, dewasa 17 tahun ke atas, dan dewasa 21 tahun ke atas.
“Jadi, kami di Lembaga Sensor Film tidak diberikan kewenangan, baik itu melalui peraturan menteri, peraturan pemerintah, ataupun undang-undang untuk menilai kualitas. Nah, itu rating penilaian rendah, tinggi, buruk, sedang, jelek, itu yang bisa memberikan adalah kritikus film, ataupun penonton dari film itu sendiri,” jelasnya.
Ia menegaskan LSF menerima semua film untuk proses pelayanan sensor tanpa diskriminasi, serta terbuka terhadap masukan dari publik, kreator, dan industri.
Menurutnya, kritik publik patut menjadi perhatian pembuat atau pemilik film karena terkait apresiasi penonton dan merupakan bagian dari proses yang harus dihadapi sineas atau kreator.
Baca Juga: Waduh! Karakter Film Merah Putih One For All Diduga Mirip di Situs Penyedia Animasi
(Sumber: Antara)