Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia telah menunjukkan hasil yang signifikan, berkat sinergi antara pemanfaatan teknologi meteorologi dan kekuatan pasukan serta armada pesawat pemadaman udara dan darat.
"Tren penurunan luas lahan terbakar dalam delapan tahun terakhir menjadi bukti keberhasilan strategi tersebut," ujar Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni saat ditemui usai rapat koordinasi penanganan karhutla di Gedung Indonesia Multi Hazard Early Warning System (Ina-MHEWS), Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Data Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa puncak karhutla terjadi pada tahun 2015 dengan luas lahan terbakar sekitar 1,8 juta hektare. Angka tersebut kemudian menurun menjadi 1 juta hektare pada 2019, dan berkurang lagi hingga sekitar 600 ribu hektare pada 2023.
Sementara itu, pada periode Januari hingga 1 Agustus 2025, luas lahan terbakar tercatat sekitar 8.955 hektare.
Selain provinsi-provinsi yang selama ini dikenal sebagai titik rawan seperti Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur, saat ini Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat juga menjadi kontributor kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Meski begitu, Raja Juli menilai penurunan luas lahan yang terbakar merupakan pencapaian yang patut diapresiasi karena sudah sesuai dengan penguatan kapasitas mitigasi melalui sistem teknologi prediksi dan pengendalian lapangan.
“Kita belajar banyak dari pengalaman bencana serupa sebelumnya. Kombinasi operasi udara seperti water bombing, patroli udara, dan operasi darat hingga penegakan hukum terbukti efektif mengurangi risiko dan dampak karhutla,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya penggunaan sistem pemantauan berbasis satelit yang dijalankan secara terintegrasi oleh BMKG, BNPB, Kementerian Kehutanan, serta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkait. Sistem ini mampu memetakan tingkat kerawanan wilayah dengan presisi sehingga dapat menentukan prioritas penanganan lebih awal.
Selain teknologi, pelatihan rutin untuk pasukan darat seperti Manggala Agni dari Kementerian Kehutanan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di setiap kabupaten dan kota terus diperkuat. Peralatan pemadaman di lapangan juga ditingkatkan agar respons terhadap titik api bisa berjalan lebih cepat dan terkoordinasi.
Raja Juli menambahkan bahwa koordinasi antar-lembaga, baik secara formal maupun informal, juga semakin membaik, sehingga mempercepat proses pengambilan keputusan di lapangan.
Dengan sinergi yang terus diperkuat ini, diharapkan angka kebakaran hutan dan lahan dapat turun di bawah 600 ribu hektare pada tahun 2027, mengingat siklus empat tahunan kerawanan karhutla yang dipicu oleh kondisi cuaca di wilayah Indonesia.
“Kami ingin memastikan tren positif ini berlanjut, sehingga tidak hanya luas kebakaran yang berkurang, tapi juga dampaknya terhadap kesehatan, ekonomi, dan lingkungan dapat ditekan seminimal mungkin,” tutupnya.
(Sumber: Antara)