Kompolnas: Vonis Mati Kompol Satria Nanda Jadi Teguran Keras bagi Institusi Polri

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Agu 2025, 12:31
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Petugas kejaksaan membuka borgol terdakwa kasus narkoba Kompol Satria Nanda (kanan), mantan Kasat Reserse Narkoba Polresta Barelang, saat akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kepulauan Riau, Rabu (4/6/2025). Petugas kejaksaan membuka borgol terdakwa kasus narkoba Kompol Satria Nanda (kanan), mantan Kasat Reserse Narkoba Polresta Barelang, saat akan menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kepulauan Riau, Rabu (4/6/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id,

 Jakarta - Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Mohammad Choirul Anam, menegaskan bahwa putusan hukuman mati terhadap Kompol Satria Nanda oleh Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau harus menjadi peringatan serius bagi seluruh personel kepolisian untuk tidak terlibat dalam kasus narkotika.

"Putusan ini menjadi satu pembelajaran untuk siapa saja, khususnya aparat penegak hukum dalam konteks ini kepolisian, agar tidak pernah bermain-main dalam konteks isu narkoba,"
kata Anam ketika dikonfirmasi di Batam, Rabu.

Ia menghargai langkah Pengadilan Tinggi yang memperberat hukuman terhadap mantan Kasat Resnarkoba Polresta Barelang tersebut, dari pidana seumur hidup menjadi pidana mati. Hal yang sama juga berlaku bagi Shigit Sarwo Edhi, eks Kanit I Satresnarkoba Polresta Barelang, yang turut dijatuhi hukuman serupa.

Menurut Anam, kedua sosok tersebut sebelumnya memegang jabatan strategis dalam satuan yang seharusnya bertugas memberantas peredaran narkoba, bukan justru menyalahgunakan wewenang.

Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa vonis ini seharusnya dijadikan sebagai acuan dalam penyelesaian proses etik di internal Polri, terutama menyangkut status pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Satria Nanda yang masih dalam tahap banding di Mabes Polri.

"Keputusan ini harus menjadi pedoman di internal kepolisian, khususnya dalam konteks respons terhadap mekanisme PTDH,"
ujar Anam.

Meskipun putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena masih bisa diajukan kasasi, Anam menilai bahwa perubahan hukuman menjadi pidana mati menunjukkan adanya pelanggaran hukum yang sangat berat.

"Yang terpenting ya, dalam konteks keputusan ini, dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman mati itu secara faktual terdapat kejahatan di situ,"
lanjutnya.

Dengan fakta tersebut, Anam mendesak agar institusi kepolisian segera menindaklanjuti dengan mempercepat proses pemberhentian secara tidak hormat terhadap Satria Nanda.

"Oleh karenanya, mekanisme internal kepolisian harus segera merespons fakta tersebut dengan apa? ya jika mekanisme PTDH-nya belum final karena banding, segera ada putusan banding juga,"
tegasnya.

Ia menyebut bahwa keputusan pemecatan tersebut seharusnya tidak lagi ditunda, karena sudah ada fakta hukum yang memperkuat adanya pelanggaran berat.

"Itu yang penting karena itu (putusan, red) sinyal kuat atas fakta kejahatan,"
kata Anam.

Vonis Mati Diputuskan oleh Pengadilan Tinggi Kepri

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau menyatakan perubahan atas vonis Pengadilan Negeri Batam terhadap Kompol Satria Nanda. Vonis awal berupa hukuman seumur hidup kini dinaikkan menjadi hukuman mati, sebagaimana dibacakan oleh majelis hakim banding dalam sidang yang berlangsung di Tanjungpinang pada Selasa (5-8-2025).

Majelis hakim banding tersebut dipimpin oleh Ahmad Shalihin, dengan dua hakim anggota yakni Bagus Irawan dan Priyanto.

Alasan pemberatan vonis ini berkaitan dengan posisi Satria Nanda sebagai pimpinan satuan. Ia seharusnya menggunakan kewenangannya untuk mencegah penyimpangan dalam penanganan barang bukti narkotika—bukan justru diduga terlibat dalam praktik penyisihan sabu yang menyeret sembilan mantan anggotanya di Satresnarkoba Polresta Barelang.

Hingga vonis dibacakan pada 4 Juni 2025, Satria Nanda masih tercatat sebagai anggota aktif kepolisian. Hal ini karena putusan etik yang menjatuhkan sanksi PTDH terhadap dirinya masih dalam proses banding di Mabes Polri. Sementara itu, sembilan anggotanya yang turut terlibat, termasuk Shigit Sarwo Edhi, sudah berstatus sebagai mantan anggota Polri atau pecatan.

Sumber: ANTARA

x|close