DPR: Media Mati Perlahan Jika Tak Revisi UU Penyiaran

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Mei 2025, 16:07
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Ilustrasi jurnalis Ilustrasi jurnalis (Freepik/ freestockcenter)

Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini menilai media penyiaran akan mati perlahan jika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang sudah berusia lebih dari 20 tahun tak direvisi.

Menurut dia, pada masanya, Undang-Undang (UU) Penyiaran sangat relevan untuk ekosistem penyiaran. Tapi, pada hari ini sudah terjadi ledakan konten digital yang tidak lagi terikat pada frekuensi publik dan tidak tunduk pada sistem perizinan yang berlaku bagi media konvensional.

"Kompetisi tidak sehat antara media sosial yang personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etik," ujar Amelia di Jakarta, Jumat, 9 Mei 2025.

Kalau UU Penyiaran tak segera beradaptasi, lanjut Amelia, Indonesia akan menyaksikan pelan-pelan matinya media penyiaran nasional, yang membuat matinya salah satu penyangga demokrasi.

Menurut Amelia isu revisi UU Penyiaran bukan hanya menyangkut aspek teknis penyiaran, melainkan juga menyangkut fondasi demokrasi, yakni hak masyarakat atas informasi yang adil, akurat, dan bertanggung jawab.

Ia mengatakan, media penyiaran saat ini dihadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah asimetri regulasi, yakni mereka harus tunduk pada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), perizinan, kode etik jurnalistik, tetapi konten digital personal yang viral bebas tanpa batas.

Di samping itu, kata dia, saat ini terjadi monetisasi digital tidak adil, di mana platform global mengambil mayoritas keuntungan dari iklan, sementara media nasional berjuang menjaga keberlangsungan bisnis.

Akibatnya, kata dia, ada potensi disinformasi dan polarisasi, ketika masyarakat lebih percaya konten viral daripada jurnalisme faktual. Fenomena tersebut, kata dia, akan sangat membahayakan bagi masyarakat.

Ia memastikan Komisi I DPR RI akan merumuskan Rancangan UU Penyiaran yang berlandaskan pada keadilan ekosistem informasi agar kedua jenis media itu mendapatkan hal yang setara, tetapi tetap tunduk pada prinsip tanggung jawab.

Di samping itu, dia mengatakan harus ada transparansi pada algoritma platform digital. Saat ini, dia mengaku sedang mengkaji relevansi prinsip publisher rights untuk memastikan media lokal mendapat kompensasi yang adil.

Di sisi lain, dia menilai masyarakat perlu perlindungan dari konten berbahaya, terutama hoaks, kekerasan berbasis gender, ujaran kebencian, dan konten manipulatif.

Dia pun menegaskan bahwa keberlanjutan media penyiaran bukan hanya soal bisnis dan teknologi, melainkan soal menjaga kesadaran kolektif kita sebagai bangsa. Menurut dia, demokrasi hanya hidup ketika informasi bisa dipercaya.

"Dan informasi hanya bisa dipercaya jika lahir dari ekosistem yang adil dan bertanggung jawab," tandasnya.

x|close