Kebijakan Turunan PP 28/2024 Dinilai Berpotensi Pengaruhi Industri Tembakau

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Nov 2025, 20:21
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Petani tembakau. Petani tembakau. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Gelombang kekhawatiran melanda pelaku industri tembakau menyusul serangkaian wacana regulasi baru yang dianggap dapat memperberat kondisi ekonomi dan menyusutkan lapangan kerja. Dari parlemen hingga pemangku kepentingan industri, banyak pihak menilai aturan turunannya, termasuk rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang disusun Kementerian Kesehatan, berpotensi menekan petani, pabrikan, dan pekerja yang menggantungkan hidup pada sektor ini.

Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Muhammad Misbakhun, menggambarkan situasi industri saat ini sebagai sebuah “industri tebak koin” yang berjalan tanpa kepastian arah atau roadmap. Menurutnya, tekanan regulasi yang terus bermunculan justru terasa seperti bentuk penyiksaan bagi pelaku usaha.

Salah satu isu yang menjadi sorotan Misbakhun adalah rencana penyeragaman kemasan rokok (plain packaging) yang merupakan turunan dari PP 28/2024 dan sedang disiapkan Kemenkes.

“Kalau nanti kebijakan plain packaging diterapkan, saya bilang: lawan saja, Pak. Itu sudah salah kamar. Regulasi kemasan seharusnya menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian, bukan Kemenkes,” ujar Misbakhun belum lama ini.

Baca Juga: Wamen Todotua Tinjau PT Timah, Fokus Benahi Hambatan Investasi di Babel

Ia menegaskan bahwa tidak ada praktik industri global yang melarang penggunaan merek dagang dan menilai langkah tersebut bersifat radikal karena berpotensi melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) serta mengganggu prinsip persaingan usaha yang sehat.

Dari sisi asosiasi industri, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan mengingatkan bahwa sektor tembakau adalah industri yang padat karya, padat aturan, sekaligus padat pungutan. Henry menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi pembatasan kadar TAR dan nikotin yang tercantum dalam turunan PP 28/2024.

“Jika pemerintah membatasi kadar kandungan tertentu, maka hal ini akan berdampak besar pada petani tembakau, terutama mereka yang menghasilkan tembakau dengan kadar nikotin yang masih tinggi. Banyak petani akan kehilangan pasarnya,” jelas Henry dalam keterangannya, Senin, 24 November 2025.

Ia menambahkan agar kebijakan kesehatan tidak hanya menyorot aspek teknis seperti font dan tata letak kemasan saja, karena menurutnya itu justru dapat mematikan industri.

Baca Juga: Freeport: Tambang Bawah Tanah GBC Kembali Beroperasi Pada Maret 2026

“Terkait pack (dengan warna) seragam dan larangan berjualan, kami harap ini dihapus saja, karena hanya menyusahkan,” katanya.

Dinamika kebijakan itu juga mendapat perhatian dari pemerintah daerah penghasil tembakau. Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo, yang memimpin wilayah ketiga penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur, menyoroti kontradiksi antara kebijakan pengendalian dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk pembangunan fasilitas kesehatan dan infrastruktur.

“Pertanyaan saya sederhana: posisi negara sebenarnya di mana? Apakah negara ingin mendukung industri ini, atau justru ingin menghapusnya? Sikap pemerintah selama ini tidak jelas, seperti dua arah yang berlawanan,” katanya.

Sementara itu, Bupati Temanggung Agus Setyawan menekankan DBHCHT seharusnya dialokasikan untuk program peningkatan kapasitas petani, mulai dari pelatihan hingga peningkatan mutu hasil pertanian.

Baca Juga: Jelang Pergantian CEO, Patrick Walujo Beri Restu ke Hans Patuwo: Sosok Tepat Pimpin GoTo

“Kami percaya, negara-negara maju seperti Jepang bisa maju karena pemerintahnya berpihak penuh kepada petani. Petani yang gagal panen dibantu, petani yang kesulitan ditopang. Karena mereka tahu, uang negara berasal dari rakyatnya,” ujarnya.

Agus meminta agar kebijakan pusat dan daerah bersikap koheren sehingga tidak ada ego sektoral yang memperuncing ketidakpastian.

Dari sisi regulator industri, Dirjen IKMA Kementerian Perindustrian Budi Setiawan turut menyorot pentingnya kepastian hukum agar pelaku usaha dapat merencanakan kegiatan usahanya dengan lebih baik. Ia mencatat bahwa sektor tembakau saat ini dibebani oleh lebih dari 400 aturan yang saling tumpang tindih dan memberatkan.

Kementerian Perindustrian menyatakan kesiapan untuk mendukung proses legislasi baru asalkan ada kepastian hukum dan komitmen keberpihakan terhadap industri tembakau. Dalam pandangan kementerian, isu seperti plain packaging dan pembatasan kadar kandungan layak dikaji secara matang dan tidak boleh sekadar meniru regulasi negara lain tanpa mempertimbangkan konsekuensi sosial dan ekonomi yang jauh lebih besar bagi Indonesia.

x|close