Ntvnews.id, Denpasar - Pemerintah Indonesia kembali menegaskan kebijakan hilirisasi mineral sebagai strategi utama dalam mendukung transisi energi global dan meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional. Penekanan ini disampaikan dalam forum internasional yang melibatkan berbagai pelaku industri mineral dunia.
“Kami mau semua proses dari raw material (barang mentah) itu ada di Indonesia,” ujar Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, dalam sesi forum yang digelar di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Kamis, 25 September 2025.
Menurut Todotua, Indonesia saat ini sedang menggenjot hilirisasi dengan memanfaatkan potensi sumber daya mineral domestik, seperti pasir silika yang dimanfaatkan untuk panel surya, serta nikel dan kobalt yang menjadi komponen penting dalam produksi baterai kendaraan listrik.
Namun, ia mengakui bahwa tantangan utama dari upaya hilirisasi ini terletak pada kebutuhan akan teknologi tinggi dan investasi besar, agar produk hasil pengolahan mineral Indonesia mampu bersaing secara global.
Oleh karena itu, pemerintah terus membuka peluang investasi, baik dari dalam negeri maupun asing, dengan menyiapkan beragam dukungan kebijakan.
“Bagaimana kami menyediakan perizinan yang lebih cepat dan tepat waktu, kebijakan fiskal yang bisa mendukung tumbuhnya investasi, bagaimana iklim investasi kondusif. Jadi poin-poin itu selalu kami dorong,” jelasnya.
Wamen Investasi juga memaparkan capaian investasi di sektor hilirisasi mineral yang telah terealisasi hingga 1 September 2025. Total investasi mencapai Rp193,8 triliun atau setara 12,11 miliar dolar AS (dengan asumsi kurs APBN Rp16.000 per USD).
Baca Juga: Menperin Siap Datangkan Investor untuk Hilirisasi di Kawasan Transmigrasi
Ada pun rincian investasi tersebut meliputi:
- Nikel: Rp94,1 triliun
- Tembaga: Rp40 triliun
- Bauksit: Rp27,7 triliun
- Besi dan baja: Rp21,5 triliun
- Timah: Rp3,5 triliun
- Mineral lainnya (seperti silika, emas, perak, kobalt, mangan, batu bara, dan aspal buton): Rp7 triliun
Forum internasional ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dalam rantai nilai global, mulai dari perusahaan pertambangan, sektor manufaktur, investor, hingga perwakilan pemerintahan dari berbagai negara.
Dalam kesempatan itu, Todotua kembali menekankan bahwa meskipun Indonesia membuka akses bagi investor asing terhadap sumber daya alam, komitmen utama pemerintah tetap pada hilirisasi di dalam negeri.
“Kami berikan asing itu untuk akses ke sumber daya alam kita tapi komitmen kami tetap jelas bahwa prosesnya itu harus ada di negara kita,” tegasnya.
(Sumber: Antara)