Wamenkomdigi Minta Platform Digital Sediakan Fitur Cek Konten AI

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 10 Sep 2025, 21:45
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria saat ditemui di Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta Pusat pada Jumat 29 Agustus 2025. ANTARA/Farhan Arda Nugraha Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria saat ditemui di Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta Pusat pada Jumat 29 Agustus 2025. ANTARA/Farhan Arda Nugraha (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, meminta agar platform digital menghadirkan fitur khusus yang dapat membantu publik mengenali konten buatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Fitur tersebut diharapkan bisa berfungsi sebagai sarana untuk menangkal penyebaran hoaks dan konten deepfake.

“Kita berharap platform media sosial global juga bisa melakukan filter, atau setidaknya menyediakan fitur untuk mengecek apakah sebuah konten buatan AI atau bukan. Fitur ini sebaiknya bisa digunakan publik secara gratis,” kata Nezar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 10 September 2025.

Ia menambahkan, fenomena deepfake semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan catatan Data Sensity AI, terjadi peningkatan hingga 550 persen dalam produksi konten deepfake selama lima tahun terakhir. Meski begitu, Nezar meyakini jumlah sebenarnya jauh lebih besar karena teknologi aplikasi untuk menghasilkan video maupun foto deepfake kini semakin mudah diakses dan masif penggunaannya.

Menurut Nezar, platform digital sudah memiliki teknologi komputasi dan algoritma yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik.

"Kalau kita meragukan satu isi konten, bisa dicek dengan kekuatan komputasi dan AI yang mereka punya. Misalnya di Meta atau Google, fitur seperti ini bisa jadi bagian layanan standar,” jelasnya.

Baca Juga: Menkomdigi Sambut Baik Kongres Persatuan PWI, Dorong Rekonsiliasi dan Jurnalisme Profesional

Ia menegaskan, pemerintah saat ini berusaha menyeimbangkan inovasi dengan regulasi, agar pemanfaatan AI tidak disalahgunakan sebagai alat produksi konten hoaks. Indonesia, lanjutnya, sudah memiliki sejumlah payung hukum, antara lain UU ITE, UU PDP, PP TUNAS, serta berbagai aturan teknis lainnya.

Selain itu, pemerintah juga tengah menyiapkan regulasi khusus yang mengatur penggunaan AI secara etis, bermakna, dan bertanggung jawab. Di sisi lain, Kementerian Komunikasi dan Digital juga bekerja sama dengan berbagai elemen, termasuk Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan media massa, dalam program cek fakta.

"Ruang digital ini milik kita bersama, maka kita perlu kerja sama yang erat untuk menjaga publik dari hoaks dan konten negatif,” ujar Nezar.

Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, menambahkan bahwa fenomena deepfake pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 2023 dan kini berkembang pesat. Konten jenis ini, katanya, banyak disalahgunakan dalam penipuan digital serta untuk membentuk opini publik, termasuk terkait isu politik.

“Untuk isu politik juga ada tapi deepfake paling banyak digunakan untuk penipuan digital. Kalau ada konten hoaks bentuknya video yang muncul di tahun 2025 dengan tema penipuan digital, itu mayoritas adalah deepfake,” jelasnya.

Septiaji menegaskan Mafindo akan terus berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, media, serta komunitas pegiat literasi lainnya untuk melakukan pengecekan fakta terhadap berbagai hoaks, termasuk konten deepfake, yang beredar di internet.

(Sumber: Antara)

x|close