Ntvnews.id, Jakarta - Pengadilan Kanton Zug, Swiss, menerima permohonan gugatan iklim yang diajukan empat nelayan asal Pulau Pari, Indonesia, terhadap perusahaan semen multinasional Holcim. Putusan penerimaan gugatan tersebut diumumkan pada Senin, 22 Desember 2025.
“Kami sangat bersyukur. Keputusan ini memberi kami kekuatan untuk melanjutkan perjuangan. Ini kabar baik bagi kami dan keluarga kami,” kata Asmania, salah satu penggugat dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu, dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa, 23 Desember 2025.
Gugatan iklim tersebut diajukan oleh empat warga Pulau Pari, yakni Asmania, Arif, Edi, dan Bobby, pada akhir Januari 2023. Para nelayan menuntut kompensasi dari Holcim atas dampak perubahan iklim yang mereka alami, dukungan pendanaan untuk perlindungan banjir, serta penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) secara cepat.
Pulau Pari, yang menjadi tempat tinggal keempat nelayan itu, dalam beberapa tahun terakhir kerap mengalami banjir rob akibat perubahan iklim. Para penggugat menilai Holcim merupakan salah satu perusahaan yang memberikan kontribusi signifikan terhadap krisis iklim global melalui emisi karbon dalam jumlah besar dan berkelanjutan.
Baca Juga: SNI Diminta Turut Pikirkan Nasib Nelayan Indonesia Timur
Keputusan Pengadilan Kanton Zug yang diumumkan pada Senin, 22 Desember 2025, dinilai sebagai keberhasilan sementara bagi para penggugat sekaligus langkah penting dalam penegakan keadilan iklim. Pengadilan menolak seluruh keberatan prosedural yang diajukan Holcim dan menyatakan gugatan tersebut dapat diterima sepenuhnya.
Majelis hakim menilai para penggugat berhak memperoleh perlindungan hukum karena perubahan iklim berdampak langsung terhadap kehidupan serta mata pencaharian mereka.
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Boy Jerry Even Sembiring menyatakan bahwa putusan tersebut secara umum menegaskan peran pengadilan dalam merespons dampak krisis iklim.
“Putusan itu dalam konteks global menjadi preseden untuk menarik dan menuntut pertanggungjawaban korporasi besar yang berkontribusi terhadap krisis iklim,” jelasnya.
Pengadilan Kanton Zug juga menolak argumen Holcim yang menyatakan bahwa isu perlindungan iklim seharusnya diselesaikan melalui proses politik, bukan jalur peradilan.
Baca Juga: Prabowo Minta KKP Bangun 1.000 Kampung Nelayan Merah Putih pada 2026
Menurut majelis hakim, putusan pengadilan tidak menggantikan kebijakan iklim pemerintah, melainkan melengkapinya. Perkara tersebut dinilai bukan menyangkut kebijakan iklim Swiss secara umum, tetapi tuntutan konkret masyarakat Pulau Pari.
Pengadilan menyatakan kepentingan para penggugat agar Holcim menurunkan emisinya bersifat “mendesak dan relevan.” Oleh karena itu, keempat nelayan tersebut dinyatakan memiliki hak untuk membawa perkara ini ke pengadilan.
Majelis hakim juga menolak dalih bahwa Pulau Pari akan tenggelam apa pun yang terjadi. Pengadilan menegaskan bahwa “setiap upaya pengurangan emisi tetap penting dalam menghadapi perubahan iklim.”
Selain itu, argumen bahwa pengurangan emisi oleh Holcim dapat digantikan dengan peningkatan emisi dari perusahaan lain juga tidak diterima. Pengadilan menekankan bahwa “Perilaku yang merugikan tidak bisa dibenarkan hanya karena banyak pihak lain melakukan hal yang sama.”
(Sumber: Antara)
Ilustrasi: Penanaman bibit mangrove di kawasan Pulau Biawak, Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu. ANTARA/HO-Pemkab Kepulauan Seribu (Antara)