Saksi Ungkap Setoran Rp11 Miliar ke Menantu Eks Sekretaris MA

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 22 Des 2025, 21:45
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Direktur PT Java Energy Semesta (JES) Liyanto sedang bersaksi dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU di lingkungan pengadilan, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin, 22 Desember 2025. ANTARA/Agatha Olivia Victoria Direktur PT Java Energy Semesta (JES) Liyanto sedang bersaksi dalam sidang pemeriksaan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU di lingkungan pengadilan, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, Senin, 22 Desember 2025. ANTARA/Agatha Olivia Victoria (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Saksi kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan pengadilan, Liyanto, mengaku menyerahkan uang sebesar Rp11 miliar kepada menantu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rezky Herbiyono.

Liyanto, Direktur PT Java Energy Semesta (JES), menjelaskan dana tersebut diberikan untuk mengondisikan kasus perdata pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara milik keluarganya yang bergulir pada tingkat kasasi di MA.

"Kalau nggak salah itu kisarannya kan enam IUP. Satu IUP kalau nggak salah Rp1,5 miliar atau Rp2 miliar, jadi dikalikan enam sekitar Rp11 miliar," kata Liyanto pada sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 22 Desember 2025.

Ia menjelaskan keluarganya hendak membeli IUP dari pengusaha tambang bernama Rudy Ong Chandra di Kalimantan Timur pada tahun 2011. Kerja sama pembelian telah dituangkan dalam perjanjian sehingga memiliki payung hukum. Liyanto dan keluarganya memiliki 80 persen tambang batu bara tersebut.

Namun, pada 2013, ia mengetahui telah ditipu Rudy, karena keenam IUP dijual kembali Rudy kepada perusahaan asal Singapura.

"Kemudian saya cek, pak, ternyata nama saya yang 80 persen itu, sudah hilang. Sudah ganti balik lagi ke namanya Rudi Ong," tutur Liyanto.

Baca Juga: Pengacara Bantah Eks Sekretaris MA Nurhadi Terima Uang Gratifikasi

Ayah Liyanto, almarhum Bambang Hartono Tjahjono, kemudian berkonsultasi dengan Rezky Herbiyono, yang kala itu mengaku sebagai konsultan, untuk mengurus Clear and Clean (CnC) keenam IUP tersebut serta permasalahannya.

Liyanto pun melaporkan Rudy secara pidana ke Bareskrim Polri dan secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Lalu dikasih tahu sama papa saya, ada transfer uang terkait jasa CnC dan operasional Rezky itu tadi," ungkap Liyanto menambahkan.

Liyanto bersaksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan pengadilan periode 2013-2019 dan TPPU periode 2012-2018 yang menyeret Nurhadi sebagai terdakwa.

Nurhadi didakwa menerima gratifikasi senilai Rp137,16 miliar dari pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali, saat menjabat maupun setelah tidak menjabat sebagai Sekretaris MA. Gratifikasi diterima melalui rekening atas nama Rezky Herbiyono, menantu sekaligus orang kepercayaannya, serta rekening atas nama pihak lain yang diperintahkan Nurhadi maupun Rezky, antara lain Calvin Pratama, Soepriyo Waskita Adi, dan Yoga Dwi Hartiar.

Gratifikasi diduga berasal dari beberapa pihak, termasuk pemilik PT Sukses Abadi Bersama, Hindria Kusuma; Komisaris PT Matahari Kahuripan Indonesia, almarhum Bambang Harto Tjahjono; serta PT Sukses Abadi Bersama pada 22 Juli 2013 hingga 24 November 2014 senilai Rp11,03 miliar.

Baca Juga: Eks Sekretaris MA Ajukan Eksepsi Atas Dakwaan Gratifikasi dan TPPU

Selain itu, Nurhadi diduga melakukan TPPU total Rp308,1 miliar, termasuk Rp307,26 miliar dan 50.000 dolar AS atau setara Rp835 juta (kurs Rp16.700 per dolar AS). Pencucian uang dilakukan dengan menempatkan dana atas nama orang lain, membelanjakan untuk pembelian tanah dan bangunan, serta kendaraan.

Eks Sekretaris MA itu terancam pidana berdasarkan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada 10 Maret 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan. Ia dinilai terbukti menerima suap Rp35,73 miliar serta gratifikasi dari sejumlah pihak sebesar Rp13,79 miliar.

KPK mengeksekusi Nurhadi ke Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada 7 Januari 2022. Setelah bebas bersyarat, KPK menahan kembali Nurhadi pada 29 Juni 2025.

(Sumber: Antara) 

x|close