Pengacara Bantah Eks Sekretaris MA Nurhadi Terima Uang Gratifikasi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Des 2025, 14:18
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Mantan narapidana kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (kiri) berbincang dengan Kuasa Hukum Maqdir Ismail (kanan) usai mengikuti sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Mantan Sekretaris Mahkamah Agung tersebut didakwa atas dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan MA. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU Mantan narapidana kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (kiri) berbincang dengan Kuasa Hukum Maqdir Ismail (kanan) usai mengikuti sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/11/2025). Mantan Sekretaris Mahkamah Agung tersebut didakwa atas dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di lingkungan MA. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kuasa hukum mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Maqdir Ismail, menyatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima uang gratifikasi sebagaimana didakwakan. Menurut dia, dana tersebut justru diterima oleh pihak lain dalam perkara dugaan gratifikasi di lingkungan peradilan periode 2013–2019 serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) periode 2012–2018.

“Ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan terdakwa. Perbuatan orang lain terima uang, dia yang dianggap itu adalah perbuatan dia, ini kan enggak benar," kata Maqdir dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025.

Dalam dakwaan, Nurhadi disebut menerima gratifikasi sebesar Rp137,16 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara pada berbagai tingkatan pengadilan, mulai dari tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali, baik saat ia masih menjabat maupun setelah tidak lagi menjabat sebagai Sekretaris MA.

Jaksa menyebutkan dana tersebut diterima melalui rekening atas nama Rezky Herbiyono, menantu sekaligus orang kepercayaan Nurhadi, serta melalui sejumlah rekening pihak lain yang diarahkan oleh Nurhadi ataupun Rezky, seperti Calvin Pratama, Soepriyo Waskita Adi, dan Yoga Dwi Hartiar.

Maqdir juga menilai bahwa dakwaan baru tersebut terkesan memperpanjang proses hukum terhadap kliennya, yang sebelumnya telah bebas bersyarat. Ia berpendapat bahwa jika unsur gratifikasi dan TPPU memang telah ada sebelumnya, maka semestinya seluruhnya digabung dan dituntut dalam persidangan sebelumnya.

“Tapi, ternyata kebijakan KPK membuat perkara terpisah antara perkara suap dan gratifikasi dengan perkara korupsi dan sekarang malah dibuat lagi perkara gratifikasi dan TPPU,” tuturnya.

Karena itu, ia meminta kejelasan terhadap penyusunan perkara tersebut dan berharap proses hukum berjalan untuk mencapai kebenaran serta kepastian, bukan ketidakadilan.

Baca Juga: Eks Sekretaris MA Ajukan Eksepsi Atas Dakwaan Gratifikasi dan TPPU

Selain gratifikasi Rp137,16 miliar, Nurhadi juga didakwa melakukan TPPU dengan nilai total Rp308,1 miliar, terdiri atas Rp307,26 miliar dan 50 ribu dolar AS atau sekitar Rp835 juta dengan asumsi kurs Rp16.700 per dolar AS. Jaksa memaparkan bahwa upaya pencucian uang dilakukan dengan menempatkan dana pada rekening orang lain, membiayai pembelian tanah dan bangunan, serta melakukan pembelian kendaraan.

Atas dakwaan itu, Nurhadi diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12B junto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, pada 10 Maret 2021, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Nurhadi dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan. Majelis hakim menyatakan bahwa ia terbukti menerima suap Rp35,73 miliar dan gratifikasi Rp13,79 miliar. KPK kemudian mengeksekusinya ke Lapas Kelas I Sukamiskin di Bandung, Jawa Barat, pada 7 Januari 2022. Setelah memperoleh bebas bersyarat, Nurhadi kembali ditahan oleh KPK pada 29 Juni 2025 terkait perkara terbaru tersebut.

(Sumber: Antara)

x|close