BMKG Operasikan Lebih dari 10 Ribu Detektor untuk Pantau Gempa Hingga Tsunami

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 16 Des 2025, 08:46
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Dedi
Editor
Bagikan
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani (tengah atas) memberi laporan kepada Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin 15 Desember 2025. ANTARA/Fathur Rochman Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani (tengah atas) memberi laporan kepada Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin 15 Desember 2025. ANTARA/Fathur Rochman (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengoperasikan lebih dari 10 ribu detektor guna memantau berbagai fenomena alam, mulai dari kondisi cuaca, aktivitas gempa bumi, hingga potensi tsunami di Indonesia.

Puluhan ribu perangkat tersebut dipantau secara berkelanjutan oleh unit pelaksana teknis (UPT) BMKG melalui jaringan stasiun yang tersebar di 191 daerah di seluruh wilayah Indonesia.

Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menyampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin 15 Desember 2025, bahwa hasil pemantauan sepanjang tahun 2025 mencatat aktivitas gempa yang cukup tinggi.

Sepanjang periode tersebut, tercatat lebih dari 40.000 kejadian gempa bumi di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 917 gempa dirasakan oleh masyarakat, dengan 24 di antaranya tergolong gempa merusak.

“Ini terpantau di UPT-UPT BMKG, stasiun-stasiun yang tersebar di 191 daerah di Indonesia, dengan 10 ribu lebih alat yang memantau kondisi cuaca serta gempa dan tsunami,” kata Faisal.

Seiring dengan itu, ia menjelaskan bahwa BMKG juga telah memasang lightning detector atau alat pemantau petir di 38 UPT. Perangkat tersebut digunakan untuk memantau lokasi terjadinya sambaran petir serta intensitasnya.

Baca Juga: Jelang Nataru 2025–2026, Prabowo Minta BMKG Perkuat Peringatan Dini Cuaca Ekstrem

Lebih lanjut, Faisal menyatakan bahwa BMKG akan mengembangkan sistem prakiraan cuaca berbasis dampak atau Impact-Based Forecast (IBF). Melalui sistem ini, informasi cuaca tidak hanya memuat prakiraan, tetapi juga potensi dampak yang dapat ditimbulkan.

“Kita bisa memprediksi petir akan terjadi di mana dan kapan akibat dari kondisi cuaca di sekitarnya,” ucapnya.

Mengacu pada informasi dari laman resmi BMKG, sistem IBF juga menyajikan rekomendasi respons atau langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan dan masyarakat terkait dampak dinamika cuaca.

Komponen utama dalam sistem IBF adalah unsur risiko (risk), yang merupakan hasil irisan antara bahaya (hazard), keterpaparan (exposure), dan kerentanan (vulnerability).

Prakiraan cuaca berbasis dampak ini dinilai bermanfaat dalam upaya mengurangi risiko bencana hidrometeorologi serta mendukung perencanaan kegiatan di berbagai sektor.

Sistem IBF tersebut menjadi bagian dari komitmen BMKG dalam mengimplementasikan pedoman internasional yang dikeluarkan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO), UN Hyogo Framework for Action 2005–2015, serta UN Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015–2030.

 

(Sumber : Antara)

x|close