Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah Kamboja mengecam apa yang mereka sebut sebagai tindakan agresi Thailand dalam eskalasi konflik terbaru di perbatasan kedua negara. Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja, Letnan Jenderal Maly Socheata, kembali menegaskan klaim Phnom Penh bahwa Thailand merupakan pihak yang lebih dulu melancarkan serangan.
Menurut Socheata, pasukan Thailand disebut menyerang tentara Kamboja pada Minggu sore, 7 Desember 2025, lalu kembali melakukan serangan pada Senin dini hari, 8 Desember 2025.
Ia menuding eskalasi meningkat secara signifikan pada Senin pagi, ketika Thailand mulai menggunakan tank, gas beracun, serta tembakan artileri. Demikian dilansir dari laman BBC.
Baca Juga: Thailand Serang Kamboja!
Socheata menyatakan bahwa sekitar sebelum pukul 07.00 waktu setempat pada Senin, Thailand diduga melancarkan serangan yang menyasar tidak hanya pasukan Kamboja, tetapi juga lokasi-lokasi sipil. Tuduhan penggunaan gas beracun kembali dilontarkan oleh pihak Kamboja, meski klaim serupa sebelumnya telah dinyatakan tidak terbukti.
Di sisi lain, Thailand yang mengakui telah melakukan serangan udara ke target militer Kamboja belum memberikan tanggapan atas tudingan tersebut. Otoritas Thailand justru menegaskan bahwa Kambojalah yang lebih dahulu memulai serangan dalam konflik terbaru ini.
Socheata menegaskan bahwa selama rangkaian serangan berlangsung, pasukan Kamboja tidak melakukan serangan balasan.
Baca Juga: Angkatan Udara Thailand: Serangan Udara di Kamboja Hanya Sasar Fasilitas Militer
“Sepanjang seluruh rangkaian serangan tersebut, pasukan Kamboja sama sekali tidak melakukan tindakan balasan, karena pasukan kami tetap berpegang teguh pada komitmen untuk menghormati dan melaksanakan ketentuan Perjanjian Gencatan Senjata,” ujarnya.
Ia juga menyerukan kepada komunitas internasional untuk mengecam tindakan Thailand dan mendesak agar negara tersebut diminta bertanggung jawab penuh atas apa yang disebutnya sebagai “tindakan agresi yang terang-terangan”.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja, Letnan Jenderal Maly Socheata. (BBC)