DPR: Ada Dugaan Monopoli di Industri Perfilman dan Bioskop

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Nov 2025, 14:25
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Menonton Bioskop Menonton Bioskop

Ntvnews.id, Jakarta - Dalam rapat kerja bersama Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, 6 November 2025, Komisi VII DPR RI menyoroti adanya indikasi praktik monopoli dalam industri perfilman nasional, mulai dari kegiatan produksi, impor film, hingga pengelolaan jaringan bioskop.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menuturkan bahwa sejumlah pihak saat ini memiliki peran ganda di industri tersebut — mulai dari memiliki production house (PH), bertindak sebagai pengimpor film, hingga menguasai jaringan bioskop. Menurutnya, kondisi seperti ini tidak sehat bagi perkembangan ekosistem perfilman nasional.

“Kalau kemudian dia punya bioskop, dia importir, dia PH, tentu berarti orang tersebut akan memprioritaskan film-filmnya masuk ke layar lebar,” ujar Lamhot saat memimpin rapat.

Lamhot menambahkan bahwa meskipun pihaknya belum menelaah secara detail Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, praktik monopoli seperti itu berpotensi membuat rumah produksi lain kesulitan menayangkan filmnya, sekalipun kualitas filmnya bagus.

Secara ekonomi, Lamhot mengungkapkan bahwa perputaran uang di industri film nasional kini telah mencapai Rp3,2 triliun, dan angkanya terus meningkat sejak pandemi COVID-19 berakhir. Namun, peningkatan nilai ekonomi itu tidak diikuti dengan pemerataan pelaku usaha, sebab sebagian besar keuntungan dinikmati oleh kelompok bisnis tertentu.

Menteri Ekraf Teuku Riefky <b>(dokumentasi)</b> Menteri Ekraf Teuku Riefky (dokumentasi)

Baca Juga: Kemenekraf Dorong Akselerasi Industri Film Melalui Program AKTIF

Ia juga menyebutkan bahwa sekitar 60 persen film nasional hanya diputar di bioskop-bioskop besar, sementara sisanya sulit mendapatkan akses tayang di daerah. Tak hanya itu, 60 persen film nasional tersebut disebut berasal dari hanya dua hingga tiga rumah produksi besar.

“Hanya dari 2, nggak sampai 3 PH lah, kenapa? Itu yang tadi disampaikan Pak Menteri ada kesulitan mengakses untuk masuk kepada layar lebar,” ujarnya.

Lamhot menekankan bahwa Komisi VII DPR RI menginginkan agar perputaran ekonomi besar dari sektor perfilman dapat dirasakan secara merata, bukan dimonopoli oleh segelintir pihak. Ia menilai hal itu sejalan dengan visi pemerintahan saat ini, yang mendorong ekonomi kreatif menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.

“Saya kira itu tujuan Presiden Prabowo membuat Kementerian Ekonomi Kreatif dalam satu kementerian tersendiri, ingin menjadikan ekonomi kreatif menjadi instrumen untuk menopang APBN kita,” tutup Lamhot. (Sumber : Antara)

x|close