Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengapresiasi langkah efisiensi anggaran dan pengendalian inflasi yang dilakukan pemerintah daerah di Provinsi Riau. Menurutnya, langkah tersebut patut diapresiasi karena dilakukan tanpa mengorbankan prioritas pembangunan.
Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/10), Bima mengatakan kebijakan efisiensi yang diterapkan Pemda Riau tetap memperhatikan pembangunan strategis, seperti perbaikan infrastruktur jalan dan kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor untuk mengoptimalkan pendapatan daerah.
“Ini saya kira patut diapresiasi. Kami juga mencatat kepedulian Pak Gubernur Riau bersama Pak Kapolda terhadap pelestarian lingkungan, terutama ekosistem di Taman Nasional Tesso Nilo. Ada langkah-langkah tegas yang kami sangat hargai,” ujar Bima, dilansir Antara.
Pernyataan itu disampaikan saat ia memimpin Rapat Koordinasi Evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 dan Pengendalian Inflasi di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru. Ia menyebut pertemuan tersebut menjadi ajang silaturahmi dan forum berbagi informasi antarinstansi mengenai pengelolaan keuangan daerah.
Bima menyoroti bahwa Provinsi Riau sempat mencatat angka inflasi tertinggi kedua di Indonesia, yakni sebesar 5,08 persen. Empat wilayah dengan inflasi tertinggi meliputi Kabupaten Indragiri Hilir (4,46 persen), Kabupaten Kampar (3,91 persen), Kota Dumai (3,59 persen), dan Kota Pekanbaru (3,34 persen).
Meski begitu, ia mengapresiasi langkah cepat pemerintah daerah dalam menekan inflasi melalui berbagai intervensi, seperti operasi pasar murah dan gerakan menanam bahan pangan.
“Apresiasi untuk Pak Gubernur, sudah ada operasi pasar murah. Silakan kepala daerah lain pastikan sidak ke pasar agar tidak ada penahanan barang. Perkuat juga kerja sama antar daerah untuk memperlancar pasokan,” katanya.
Bima mengingatkan agar kebijakan efisiensi tidak mengganggu pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi masyarakat. Ia menegaskan pentingnya koordinasi antara kepala daerah, Kemendagri, dan Kementerian Keuangan untuk mengantisipasi potensi gangguan terhadap layanan publik akibat penyesuaian anggaran.
“Pak Menteri berpesan agar kami melakukan simulasi dan memastikan SPM tidak terdampak oleh efisiensi anggaran,” ucapnya.
Menurutnya, efisiensi harus menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk menata kembali struktur APBD agar lebih sehat dan tepat sasaran. Dalam kesempatan yang sama, Bima juga menyoroti rendahnya tingkat realisasi belanja daerah di Riau. Hingga 30 September 2025, rata-rata realisasi belanja pemerintah provinsi dan kabupaten/kota secara nasional mencapai 54,45 persen, sementara Riau baru mencapai 52,98 persen, sedikit di bawah rata-rata nasional.
Kemendagri mencatat beberapa faktor penyebab rendahnya serapan anggaran, seperti keterlambatan penetapan APBD, penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang molor, serta hambatan dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ).
“Kami mengapresiasi kepala daerah yang rutin memantau realisasi belanja mingguan. Harus diketahui di mana hambatannya, apakah faktor administrasi, fisik, atau sekadar keterlambatan pembayaran,” jelasnya.
Bima berharap Pemda Riau dapat segera mempercepat serapan anggaran agar perputaran ekonomi daerah tetap terjaga, sekaligus mendorong kinerja fiskal di atas rata-rata nasional. Ia menutup arahannya dengan menegaskan bahwa efisiensi bukan berarti memangkas pelayanan, melainkan kesempatan untuk memperbaiki tata kelola anggaran agar lebih transparan dan berorientasi pada hasil.
“Ini momentum refleksi bagi pemerintah daerah untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan benar-benar berdampak pada masyarakat,” pungkasnya.