Ntvnews.id, Gaza - Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa, mengumumkan bahwa pemerintahnya bersama para pakar dari dunia Arab dan komunitas internasional telah menyusun rencana pemulihan serta rekonstruksi Jalur Gaza dalam tiga tahap dengan total anggaran mencapai 67 miliar dolar AS selama lima tahun ke depan.
Dalam konferensi pers di Ramallah yang digelar menjelang pertemuan khusus mengenai rencana besar tersebut, Mustafa menegaskan bahwa program dengan nilai setara sedikitnya 1.100 triliun rupiah itu bertujuan membangun kembali Gaza yang hancur akibat hampir dua tahun serangan Israel yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina.
Dilansir dari Al Arabiya, Jumat, 17 Oktober 2025, acara itu turut dihadiri oleh sejumlah diplomat dan perwakilan dari berbagai lembaga internasional. Mustafa menjelaskan bahwa tahap pertama akan berfokus pada pemenuhan kebutuhan kemanusiaan dan perbaikan infrastruktur mendesak, yang akan berlangsung selama enam bulan dengan kebutuhan dana sebesar 3,5 miliar dolar AS.
Selanjutnya, tahap kedua akan dijalankan selama tiga tahun dengan anggaran 30 miliar dolar AS, sementara tahap ketiga diarahkan pada rekonstruksi penuh serta pemulihan jangka panjang di wilayah Gaza.
Ia menuturkan bahwa pembicaraan dengan mitra internasional masih dilakukan untuk mengamankan sumber daya pelaksanaan rencana tersebut, dan konferensi besar mengenai rekonstruksi Gaza akan digelar di Mesir satu bulan setelah perang berakhir.
Baca Juga: RS Indonesia di Gaza Masih Diawasi Tentara Israel Meski Gencatan Senjata Berlaku
Sang Perdana Menteri menegaskan pula bahwa Israel harus memenuhi kewajibannya dengan menarik diri dari Gaza, membuka seluruh perbatasan, dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan serta material pembangunan kembali.
Terkait pemerintahan di Gaza, Mustafa menolak segala bentuk syarat eksternal.
“Kami tidak meminta jaminan dari siapa pun” soal administrasi Gaza, ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Otoritas Palestina (PA) telah memerintah wilayah Tepi Barat di bawah pendudukan Israel dan bertekad memperluas kewenangannya ke Gaza saat situasi memungkinkan.
“Tidak akan ada perselisihan internal Palestina dalam hal ini,” tegas Mustafa.
Baca Juga: Israel Tunda Pembukaan Perlintasan Rafah ke Jalur Gaza di Tengah Gencatan Senjata
Namun, Israel menolak keterlibatan baik PA maupun Hamas dalam pemerintahan Gaza pascaperang.
Mustafa kembali menegaskan bahwa PA memandang Gaza sebagai bagian integral dari negara Palestina dan terus bekerja “siang dan malam” untuk memulihkan pemerintahan di wilayah tersebut.
Sementara itu, negosiasi tahap kedua kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas diperkirakan dimulai dalam beberapa hari mendatang. Dalam negosiasi ini, Hamas menuntut penghentian perang total, penarikan penuh pasukan Israel, serta hak untuk tetap memegang senjata.
Kesepakatan gencatan senjata antara kedua pihak sendiri dicapai pekan lalu berdasarkan rencana yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump, yang pada tahap pertama mencakup pembebasan sandera Israel dengan imbalan tahanan Palestina.
Rencana itu juga memuat agenda rekonstruksi Gaza serta pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa keikutsertaan Hamas.
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel telah menewaskan hampir 68.000 warga Palestina di Gaza, sebagian besar di antaranya perempuan dan anak-anak, serta menjadikan wilayah tersebut nyaris tak layak huni.