Ntvnews.id, Vatikan - Paus Leo XIV dijadwalkan akan melaksanakan tur apostolik perdananya dengan mengunjungi dua negara berpenduduk mayoritas Muslim, yakni Turki dan Lebanon. Kunjungan tersebut akan berlangsung pada akhir November hingga awal Desember mendatang.
Perjalanan ini menjadi lawatan luar negeri pertama bagi Paus Leo XIV sejak ia terpilih sebagai pemimpin umat Katolik sedunia pada Mei 2025 lalu.
Langkah sang Paus menarik perhatian karena memilih dua negara yang masyarakatnya didominasi oleh umat Islam. Berdasarkan data CIA World Factbook tahun 2022, populasi Lebanon terdiri dari 67,8 persen umat Muslim dan 32,4 persen umat Kristiani, dengan sebagian besar penganut Katolik Maronite.
Sementara itu, di Turki, 99,8 persen penduduknya beragama Islam, sedangkan hanya 0,2 persen yang menganut agama Kristen dan Yahudi.
Direktur Kantor Pers Vatikan, Matteo Bruni, menjelaskan bahwa Paus Leo XIV telah “menerima undangan dari Kepala Negara dan otoritas Gereja” di kedua negara tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa kunjungan ke Turki akan “mencakup ziarah ke İznik untuk memperingati 1.700 tahun Konsili Nicea Pertama.”
Baca Juga: Paus Leo XIV Akan Lakukan Kunjungan Luar Negeri Pertama ke Turki dan Lebanon
Adapun rincian agenda kunjungan ke Lebanon akan diumumkan lebih lanjut oleh perwakilan resmi Vatikan dalam waktu dekat.
Dalam wawancara dengan Vatican News, Vikaris Apostolik Beirut, Uskup César Essayan, menyebut kunjungan Paus Leo XIV ke Lebanon sebagai “tanda besar harapan” bagi kawasan yang tengah dilanda konflik.
"Kami sungguh berharap, kunjungan ini akan membawa embusan damai dan menjadi momen pembaruan bagi kita semua, serta menegaskan bahwa tidak ada jalan bagi umat manusia selain melalui perdamaian yang lahir dari dialog, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat setiap manusia," ucap Essayan.
Baca Juga: PM Israel Telepon Paus Leo, Apa yang Dibicarakan?
Lebih lanjut, Uskup Essayan menegaskan bahwa baik umat Kristen maupun Muslim di Lebanon sangat menantikan kedatangan Paus Leo XIV.
"Mereka ingin mendengar suara yang kini jarang terdengar, suara seorang pastor, seorang ayah yang menginginkan manusia hidup sebagai saudara, dan yang membawa bahasa lain bagi Lebanon, bukan bahasa perang," katanya.