DPR Rapat Bahas Dugaan Penipuan-TPPU Bank Asal Malaysia

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 1 Okt 2025, 13:44
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Kuasa hukum almarhum Kent Lisandi, Benny Wullur, saat rapat dengan Komisi III DPR RI. Kuasa hukum almarhum Kent Lisandi, Benny Wullur, saat rapat dengan Komisi III DPR RI. (YouTube TVR Parlemen)

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi III DPR RI rapat membahas persoalan yang melibatkan bank asal Malaysia, Maybank Indonesia, Selasa, 30 September 2025. Persoalan ini terkait kasus dugaan penipuan, penggelapan, dan pencucian uang atau TPPU, dengan korban nasabah Maybank Indonesia, almarhum Kent Lisandi.

Perkara dengan kerugian korban sebesar Rp30 miliar ini, sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu.

Menurut kuasa hukum Kent Lisandi, Benny Wullur, persoalan bermula saat kliennya diajak untuk membantu Rohmat Setiawan dalam bisnis pengadaan HP. Kent diminta untuk menransfer dana talangan sebanyak Rp 30 miliar.

"Klien kami tadinya ragu, tapi kemudian dibujuk oleh Aris Setiawan (kepala cabang Maybank Cilegon saat itu)," ujar Benny saat rapat.

Kent akhirnya mengirim uang Rp 30 miliar pada 11 November 2025, dengan tiga ketentuan. Yakni, surat pernyataan bank dana hanya bisa dicairkan oleh Kent, cek Rp 30 miliar dari Rohmat yang jatuh tempo 25 November 2025, serta akta pengakuan utang serta surat kuasa khusus di hadapan notaris.

Baca Juga:DPR Akan Buat UU Ketenagakerjaan Baru Usai Dengarkan Aspirasi Buruh

"Dan Maybank juga memberikan linknya untuk Kent Lisandi ini bisa ngecek bahwa uangnya masih ada atau nggak," kata Benny.

Namun pada 25 November 2024, kata Benny, Kent tidak dapat mencairkan cek Rp 30 miliar tersebut. Karenanya Kent menyurati Maybank untuk meminta uang ditahan .

"Dan memang dicek di HP, dilihat uang masih utuh," ucapnya.

Namun akhirnya, pada 10 Desember uang Rp30 miliar raib. Maybank beralasan uang itu masuk dalam perjanjian kredit yang kemudian diketahui dibuat tanpa sepengetahuan Kent.

Menurut Benny, pengalihan uang Rp30 miliar menjadi jaminan perjanjian kredit back-to-back dibuat tanpa sepengetahuan Kent. Apalagi, di sisi lain penerima kredit ternyata istri Rohmat yang berstatus ibu rumah tangga.

Baca Juga: Nggak Bisa jadi PPPK, Guru Madrasah Swasta Ngeluh ke DPR

Karenanya Benny mempertanyakan proses pencairan kredit. Seharusnya sebelum mendapatkan kredit, bank melakukan penilaian terhadap calon debitur.

"Dalam persidangan, dia (istri Rohmat) di persidangan awalnya bilang tidak pernah tanda tangan perjanjian kredit. Kemudian dia ralat, katanya tidak tahu kalau yang dia tanda tangan itu perjanjian kredit," beber Benny.

Saat ini kasus itu telah masuk pengadilan. Namun, cuma menyeret Aris dan Rohmat sebagai tersangka.

Benny menilai, kasus ini diduga melibatkan Maybank sebagai perusahaan. "Dugaan penipuan dan penggelapan dan cuci uang yang diduga dilakukan Rohmat, Aris, dan kawan-kawan, termasuk Maybank pun diduga melakukan hal itu," tuturnya.

Benny mengaku telah mengirimkan surat kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait permasalahan ini. "Kami minta OJK memeriksa 5C (prinsip know your customer) Maybank. Kalau itu dilanggar, itu merugikan masyarakat," jelas Benny.

Pihak Maybank sendiri membantah adanya keterkaitan dengan hubungan bisnis Kent dan Rohmat. Aris sendiri, saat ini disebut tengah diadili. Maybank pun melakukan perjanjian pembiayaan istri Rohmat. Bisnis istri Rohmat yang menerima kucuran kredit dari Maybank, bukanlah pengadaan HP.

Dalam perjanjian itu, istri Rohmat melakukan wanprestasi sehingga Maybank dirugikan. Karena wanprestasi, eksekusi terhadap jaminan dilakukan Maybank.

x|close