Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menanggapi kemunculan baliho di Israel yang memuat foto Presiden Prabowo. Dalam pernyataannya, Kemlu menegaskan bahwa Indonesia tidak akan pernah mengakui maupun menormalisasi hubungan dengan Israel selama negara tersebut belum mengakui kemerdekaan Palestina.
"Posisi Indonesia sangat clear bahwa tidak akan ada pengakuan dan normalisasi dengan Israel baik melalui Abraham Accords atau platform lainnya, kecuali Israel terlebih dahulu mau mengakui negara Palestina yang merdeka dan berdaulat," kata juru bicara Yvonne Mewengkang, dilansir Antara, Selasa, 30 September 2025.
Yvonne menambahkan, sikap tegas tersebut sebelumnya juga sudah ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri RI, Sugino. Menurutnya, setiap wacana atau visi yang berkaitan dengan Israel harus berangkat dari pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
Pernyataan itu muncul setelah foto baliho di Israel ramai beredar di media sosial. Dalam gambar yang diunggah akun X @AbrahamShield25, baliho tersebut terlihat menampilkan foto Presiden Indonesia Prabowo Subianto di antara para tokoh dunia.
Baca Juga: Viral! Ada Prabowo di Billboard Tel Aviv, Dicatut untuk Propaganda Israel?
Baca Juga: Houthi Yaman Klaim Serang Israel dengan Rudal Palestine-2
Unggahan tersebut menyebut bahwa Koalisi Israel untuk Keamanan Regional meluncurkan kampanye papan reklame baru guna mendesak pemerintah Israel mendukung inisiatif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza sekaligus memperluas Perjanjian Abraham.
Dalam baliho itu, terpampang foto Presiden Trump, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, sejumlah pemimpin Arab moderat, Presiden Indonesia Prabowo Subianto, serta Ketua Otoritas Palestina Mahmoud Abbas. Di bagian tengah baliho tercetak tulisan: "Yes to Trump's Plan - GET IT DONE."
Koalisi tersebut yang terdiri dari lebih dari 120 pemimpin senior bidang keamanan, kebijakan, dan ekonomi Israel menyebut usulan Trump sebagai langkah serius dan bertanggung jawab. Mereka menilai rencana itu berpotensi mengubah capaian militer Israel menjadi terobosan diplomatik strategis serta menciptakan realitas baru di Gaza tanpa kehadiran Hamas.