Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengecam kasus pemerkosaan terhadap seorang anak di bawah umur di Gunung Kidul, Yogyakarta, yang justru berujung pada upaya memaksa korban untuk berdamai dengan pelaku.
Sahroni menegaskan bahwa aparat kepolisian harus segera turun tangan untuk memberikan perlindungan kepada korban.
"Jangan biarkan korban dan keluarganya semakin tertekan oleh situasi sosial di lingkungannya. Korban anak di bawah umur, jelas-jelas diperkosa hingga hamil, tapi malah ditekan untuk berdamai dan dijauhi lingkungan. Maka saya minta polisi tidak jangan tinggal diam," ujar Sahroni di Jakarta, Senin, 25 Agustus 2025.
Ia menjelaskan, korban adalah remaja putri berusia 15 tahun di wilayah Panggang, Gunung Kidul, yang mengalami trauma berat setelah peristiwa itu. Kondisi semakin berat karena rumah pelaku berada di kawasan yang sama dengan korban.
Baca Juga: Ahmad Sahroni Minta KPK Koordinasi dengan Pimpinan Partai Sebelum OTT
Menurut Sahroni, dukungan dari masyarakat sekitar pun nyaris tidak ada. Bahkan, tokoh masyarakat setempat justru menganggap kasus ini telah selesai dengan alasan adanya perdamaian yang dituangkan dalam surat, meskipun perdamaian itu dilakukan secara terpaksa.
Legislator yang membidangi penegakan hukum itu menegaskan bahwa perkara ini harus diproses secara pidana dan pelaku harus segera ditetapkan sebagai tersangka.
"Korban dan keluarganya harus dibela, bukan dipaksa berdamai. Jangan sampai mereka kembali jadi korban, bukan hanya dari pelaku, tapi juga dari lingkungannya sendiri," tegas Sahroni.
Ia menekankan bahwa kasus ini harus menjadi contoh agar hukum tidak tunduk pada tekanan sosial maupun budaya yang keliru. Jika penyelesaian kasus hanya mengandalkan surat perdamaian, maka negara sama saja dianggap "melegalkan" tindak kekerasan seksual.
Oleh karena itu, Sahroni mendorong agar Polri segera menjerat pelaku dengan pasal terberat.
"Negara harus hadir membela korban, bukan malah membiarkan mereka sendirian menghadapi intimidasi," pungkasnya. (Sumber : Antara)