Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyampaikan kekhawatirannya terhadap rencana Wahana Musik Indonesia (WAMI) untuk menarik royalti apabila lagu-lagu komersial diputar atau dinyanyikan dalam acara pernikahan. Menurutnya, kebijakan semacam ini bisa membuka celah bagi tindakan semena-mena, bahkan mengarah pada praktik seperti premanisme.
Ia menganggap inisiatif tersebut sudah tidak sejalan lagi dengan prinsip perlindungan hukum yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kalau begini caranya, saya lihat wacana royalti musik ini makin lama makin ngelantur. Semua sektor mau dikenain, bahkan pesta pernikahan yang jelas-jelas bersifat non-komersil. Ini sudah ngaco, dan sangat membebani masyarakat," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2025.
Tak hanya itu, ia menyoroti bahwa penarikan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
"Bahkan saya lihat beberapa musisi juga menolak jika wacananya sejauh ini. Dan jika diteruskan, penagihan royalti oleh LMK ini sangat rawan akan tindak premanisme, terlebih beberapa LMK diduga dimiliki oleh individu yang memiliki latar tindak premanisme, sangat rawan,” ujarnya lagi.
Sahroni juga menilai bahwa rencana tersebut tidak didahului dengan sosialisasi yang layak kepada publik. Akibatnya, masyarakat merasa kaget dan terpaksa harus menerima kebijakan baru tanpa adanya masa penyesuaian.
“Kalau memang ada wacana aturan baru, harusnya disosialisasikan dulu dengan baik. Jangan tiba-tiba masyarakat disuguhi hal yang sifatnya memukul rata. Ini yang bikin gaduh. Jangan terlihat hanya berpihak pada kepentingan industri, sementara rakyat kecil, UMKM, sampai keluarga yang sedang menikah dibikin pusing, semuanya dikenain," ujarnya.
Politikus Partai NasDem itu menekankan pentingnya keadilan dalam perlindungan hukum, termasuk soal hak kekayaan intelektual. Ia menegaskan bahwa penghargaan terhadap hak cipta musisi memang perlu, namun tidak boleh sampai memberatkan masyarakat.
"Perlindungan hukum itu harus seimbang: hak musisi dihargai, tetapi rakyat juga jangan diperas.”
Pernyataan dari WAMI sendiri sempat menjadi pusat perhatian setelah menimbulkan pertanyaan di masyarakat mengenai penerapan royalti dalam acara pernikahan.
Dalam penjelasan WAMI, royalti yang dikenakan dalam kegiatan seperti pesta pernikahan adalah sebesar 2 persen dari total biaya produksi, mencakup sewa sound system, peralatan backline, honorarium penyanyi atau pengisi acara, serta elemen lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan musik dalam acara tersebut.
(Sumber: Antara)