Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyiapkan sejumlah fasilitator untuk mempercepat pelaksanaan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di berbagai satuan pendidikan keagamaan, menyusul peluncuran panduan resmi kurikulum tersebut.
Sebagai tahap awal, puluhan calon fasilitator mengikuti kegiatan Pra-Pelatihan Fasilitator (Training of Facilitator) yang digelar di Peacesantren Welas Asih, Garut, Jawa Barat.
"Kegiatan ini fondasi pembekalan, penyamaan persepsi, dan perumusan strategi komunikasi yang efektif dalam menginternalisasi nilai-nilai cinta di dunia pendidikan, khususnya di madrasah," ujar M. Ali Ramdhani, Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM), di Jakarta, Senin.
Ramdhani menegaskan bahwa pelatihan ini merupakan langkah aktif dan kolaboratif antara Kemenag, Project INOVASI, Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), dan Peacesantren Welas Asih.
Lebih dari sekadar pemaparan teori, pelatihan ini dirancang untuk menggali pendekatan yang menyentuh dimensi psikologis, sosial, dan spiritual peserta didik.
Hal ini selaras dengan harapan bahwa Kurikulum Berbasis Cinta dapat membentuk budaya sekolah yang dilandasi oleh kebiasaan positif dan nilai-nilai kemanusiaan.
"Cinta semacam inilah yang ingin kita hadirkan dalam pendidikan. Cinta yang utuh, menyentuh, dan membentuk karakter," tambahnya.
Senada dengan itu, Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Pendidikan dan Keagamaan Kemenag, Mastuki, menekankan bahwa desain pelatihan perlu disesuaikan dengan realitas keseharian madrasah secara autentik.
"Ini bukan sekadar pelatihan biasa. Pesan dan amanah Menteri Agama Nasaruddin Umar sangat jelas pentingnya spirit cinta yang hidup, menyatu dalam keseharian di lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat," ucapnya.
Ia juga menilai bahwa keberhasilan pelaksanaan Kurikulum Berbasis Cinta memerlukan kolaborasi erat dengan individu, tokoh, dan lembaga yang memiliki kompetensi serta pengalaman nyata dalam pendidikan karakter berbasis cinta.
Kegiatan ini diharapkan menjadi pijakan awal dalam membangun paradigma pendidikan yang lebih berkemanusiaan dan relevan dengan nilai-nilai lokal, dengan cinta sebagai pondasi untuk membimbing, menyembuhkan, dan memanusiakan peserta didik.
Sumber: ANTARA