Ntvnews.id, Beijing - Fenomena penurunan angka kelahiran tak hanya menjadi perhatian di Korea Selatan dan Jepang, namun juga menjadi kekhawatiran besar bagi China, negara dengan populasi mencapai 1,4 miliar jiwa.
Data dari Biro Statistik China menunjukkan bahwa hanya 9,54 juta bayi yang lahir sepanjang tahun 2024. Angka ini mencerminkan tren penurunan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut.
Salah satu penyebab utamanya adalah keengganan masyarakat untuk memiliki anak, yang dipicu oleh tingginya biaya hidup dan mahalnya pengeluaran dalam membesarkan anak. Berdasarkan studi dari YuWa Population Research Institute, China termasuk salah satu negara termahal di dunia untuk membesarkan anak.
Diperkirakan biaya membesarkan seorang anak hingga usia 17 tahun di China mencapai rata-rata USD 75.700 atau sekitar Rp 1,2 miliar.
Baca Juga: Kamboja-Thailand Komitment Gencatan Senjata di Hadapan China
Selain angka kelahiran, jumlah pasangan yang menikah di China juga menurun hingga titik terendah. Banyak pasangan muda memilih menunda punya anak karena beban ekonomi dan kekhawatiran akan masa depan karier mereka.
Dilansir dari DW, Jumat, 1 Agustus 2025, untuk mengatasi masalah ini, pemerintah China menawarkan bantuan tunai sebesar USD 500 (sekitar Rp 8 juta) per anak bagi keluarga dengan anak di bawah usia tiga tahun. Kebijakan ini ditargetkan untuk membantu sekitar 20 juta keluarga dalam mengurangi beban biaya pengasuhan anak.
Beberapa wilayah di China pun sudah mulai menerapkan kebijakan subsidi demi mendorong warganya memiliki anak lebih banyak, sebagai bagian dari upaya menghadapi ancaman krisis demografi di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Baca Juga: Investor China Bangun Pabrik Tekstil Senilai USD40 Juta Lebih di Brebes, Pasok Produk H&M
Misalnya, pada bulan Maret lalu, kota Hohhot ibu kota Daerah Otonomi Mongolia dalam memulai program insentif berupa uang tunai bagi keluarga dengan tiga anak atau lebih. Setiap anak yang lahir bisa mendatangkan bantuan hingga 100.000 yuan (sekitar Rp 228 juta).
Di Shenyang, kota di Provinsi Liaoning yang terletak di timur laut, pemerintah daerah memberikan tunjangan sebesar 500 yuan (sekitar Rp 1 jutaan) setiap bulan bagi keluarga yang memiliki anak ketiga, dan bantuan ini diberikan hingga anak berusia tiga tahun.
Sementara itu, Provinsi Sichuan yang terletak di barat daya China, mengusulkan kebijakan yang lebih ramah terhadap keluarga, di antaranya dengan memperpanjang cuti menikah dari lima hari menjadi 25 hari dan menggandakan cuti melahirkan dari 60 hari menjadi 150 hari.
Baru-baru ini, pemerintah pusat di Beijing juga meminta pemerintah daerah untuk mulai menyusun kebijakan yang mengarah pada penyediaan pendidikan prasekolah gratis sebagai bagian dari dukungan terhadap keluarga dan peningkatan angka kelahiran.