Ntvnews.id, Beijing - Pemerintah China memberikan tanggapan terhadap hasil pemilu pemakzulan (recall) anggota parlemen Taiwan dari Partai Kuomintang (KMT), yang merupakan oposisi utama di negara tersebut.
Dalam konferensi pers yang digelar di Beijing pada Senin, 28 Juli 2025 waktu setempat, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyampaikan, "Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa manipulasi politik otoritas Partai Progresif Demokratik (DPP) bertentangan dengan keinginan rakyat di pulau itu dan tidak mendapat dukungan."
Pemungutan suara tersebut, yang diumumkan pada Minggu (27 Juli 2025), menghasilkan keputusan dari rakyat Taiwan untuk menolak pencopotan terhadap 24 anggota legislatif dari Partai Kuomintang (KMT). Dengan demikian, Partai Progresif Demokratik (DPP) yang dipimpin oleh Presiden Taiwan Lai Ching-te tidak berhasil menguasai mayoritas dari 113 kursi legislatif melalui pemilihan sela.
Upaya pemakzulan ini sebelumnya digerakkan oleh kelompok sipil yang mendapatkan dukungan dari DPP. Kelompok tersebut menuding para anggota parlemen dari KMT menjalin kerja sama dengan Tiongkok, lantaran selama ini KMT, bersama Partai Rakyat Taiwan (TPP), mendorong pendekatan lebih dekat terhadap Beijing di parlemen Taiwan.
Baca Juga: China Turun Tangan Damaikan Thailand dan Kamboja yang Lagi Perang
Guo Jiakun kembali menegaskan posisi resmi negaranya terkait isu Taiwan dengan menyatakan, "Izinkan saya menekankan bahwa hanya ada satu China di dunia, dan Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah China. Masalah Taiwan adalah urusan internal China, yang tidak menoleransi campur tangan eksternal."
Kelompok yang mendukung langkah pemakzulan menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah bentuk penolakan terhadap komunisme. Mereka menuduh KMT “menjual Taiwan” melalui kunjungan para anggotanya ke Tiongkok, menolak pengesahan anggaran pertahanan, dan menyebabkan kekacauan dalam proses legislatif.
Namun demikian, pihak KMT menampik seluruh tuduhan tersebut. Mereka menganggap proses recall sebagai langkah bermuatan politis yang jahat dan tidak menghormati hasil Pemilu Legislatif tahun sebelumnya. KMT juga menegaskan bahwa mereka hanya menjaga jalur komunikasi dengan Beijing dan menjalankan fungsi pengawasan yang sah terhadap kebijakan pemerintah.
Meski Lai Ching-te memenangkan pemilihan presiden tahun 2024, partainya kehilangan dominasi di parlemen. Sejak itu, kubu oposisi memanfaatkan kekuatan legislatif mereka untuk menantang kebijakan pemerintah, termasuk pengurangan anggaran pertahanan di tengah meningkatnya tekanan militer dan diplomatik dari Tiongkok.
Baca Juga: Kebakaran Hanguskan 552 Kios di Pasar Taman Puring, Berawal dari Percikan Api di Satu Kios
Proses pemakzulan ini didasarkan pada Undang-Undang Pemilihan dan Pemakzulan Pejabat Publik Taiwan yang disahkan pada tahun 1980. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa, "Pemakzulan pejabat publik akan diputuskan para pemilih di daerah pemilihan tempat mereka dipilih dan melalui pemungutan suara rahasia."
Aturan hukum ini memberikan ruang bagi masyarakat Taiwan untuk melakukan pemakzulan langsung terhadap wakil rakyat melalui pemungutan suara, setelah melalui tahap pengajuan petisi yang diprakarsai oleh kelompok sipil dan memperoleh dukungan dari DPP.
(Sumber: Antara)