Respons Tak Terduga Rusia Usai Trump Berikan Ancaman

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 1 Agu 2025, 08:07
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Arsip - Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa tahun lalu. Arsip - Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa tahun lalu. (Antara)

Ntvnews.id, Moskow - Pemerintah Rusia menanggapi peringatan tegas dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait percepatan tenggat waktu tercapainya gencatan senjata dalam konflik Ukraina. Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menyatakan bahwa Rusia sudah terbiasa menghadapi tekanan dan sanksi dari negara-negara Barat.

Dalam pernyataannya pada Senin, Trump mengumumkan bahwa ia mempersingkat batas waktu bagi Moskow untuk menyetujui gencatan senjata, dari semula 50 hari menjadi hanya sekitar 10 hingga 12 hari.

Ia menyatakan tidak ada alasan untuk menunda, dan memperingatkan akan menjatuhkan sanksi baru, termasuk tarif kepada negara-negara yang masih membeli minyak dari Rusia jika tenggat waktu tersebut tidak dipenuhi.

Sebagai tanggapan, Peskov menegaskan bahwa Rusia tidak terpengaruh oleh ancaman sanksi tambahan dari AS atau sekutunya.

Baca Juga: Trump Bakal Beri Kejutan ke Putin

“Kami sudah lama hidup dalam situasi dengan banyak sanksi,” ujarnya, dikutip dari RT, Jumat, 1 Agustus 2025.

Ia menambahkan bahwa Rusia telah mengembangkan semacam daya tahan terhadap tekanan ekonomi tersebut.

Peskov juga menyampaikan bahwa Moskow terus memantau pernyataan-pernyataan Trump, tetapi belum ada indikasi bahwa Rusia akan mengubah sikapnya dalam waktu dekat.

Sebelumnya, Peskov menegaskan komitmen Rusia terhadap proses perdamaian dalam menyelesaikan konflik di Ukraina. Namun, menurutnya, solusi damai harus menjamin kepentingan strategis Rusia.

Baca Juga: Menlu Iran Ketemu Putin, Apa yang Dibicarakan?

Ia menyebut bahwa Moskow mengharapkan adanya pengakuan atas posisi Rusia, termasuk tuntutan agar Ukraina bersikap netral, melakukan demiliterisasi, dan mengakui perubahan wilayah yang saat ini berada di bawah kendali Rusia.

Sanksi terhadap Rusia sendiri bukanlah hal baru. Negara itu menjadi yang paling banyak dijatuhi sanksi secara global, dengan lebih dari 10.000 sanksi diberlakukan oleh negara-negara Barat. Gelombang sanksi pertama terjadi pada 2014 setelah Rusia mencaplok Krimea, dan jumlahnya melonjak drastis sejak invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.

Presiden Rusia Vladimir Putin pun berulang kali menekankan bahwa negaranya tidak akan tunduk pada tekanan sanksi. Ia sebelumnya menyatakan bahwa menyerah pada tekanan semacam itu justru akan merugikan Rusia secara strategis.

“Kalau kita takut pada sanksi, kita bisa kehilangan segalanya,” kata Putin, seraya menambahkan bahwa sanksi tersebut sering kali justru merugikan pihak yang menjatuhkannya.

x|close